Mengirim pesan lewat SMS bukan hal yang aneh lagi buat generasi jaman sekarang. Saat ini banyak ditemui anak-anak muda yang memainkan handphone sambil ber-SMS sepanjang jalan. Sayangnya, penelitian menemukan bahwa kebiasaan ber-SMS dapat menurunkan kemampuan berbahasa.
Penelitian yang dilakukan oleh Joan Lee mengungkapkan bahwa orang yang mengirim sms lebih jarang menerima kata-kata baru. Penelitian Lee ini dirancang untuk memahami dampak dari pesan SMS terhadap kemampuan bahasa.
Peneliti menemukan bahwa SMS memiliki dampak negatif pada kemampuan bahasa dalam menafsirkan dan menerima kata-kata baru. Penelitian tersebut menanyai para mahasiswa mengenai kebiasaan membacanya dan memberikan para mahasiswa berbagai kata, baik kata-kata nyata yang memiliki makna maupun kata-kata palsu yang tidak bermakna.
"Kami awalnya berasumsi bahwa SMS mendorong perkembangan bahasa yang tak terbatas. Namun ternyata hasilnya tidak sesuai perkiraan kami. Orang-orang yang lebih banyak membaca media konvensional lebih mampu menafsirkan makna kata, bahkan ketika kata-katanya tidak terdengar akrab. Sedangkan mahasiswa yang mengaku banyak ber-SMS lebih banyak tidak memahami kata-kata dan menganggapnya bukan kata," Kata Lee.
Lee menunjukkan bahwa membaca media cetak konvensional membuat orang membaca variasi dan kreativitas bahasa yang tidak ditemukan dalam pesan SMS. Bacaan-bacaan tersebut mendorong fleksibilitas dalam penggunaan bahasa dan menoleransi kata yang berbeda-beda. Hal ini membantu pembaca media konvensional mengembangkan keterampilan dalam menafsirkan kata-kata baru atau kata-kata yang tidak biasa.
"Sebaliknya, SMS berkaitan dengan permasalahan bahasa yang kaku yang menyebabkan siswa tidak mengenali banyak kata-kata. Ini mengejutkan karena ada banyak ejaan unik yang disingkat dalam SMS, misalnya seperti LOL," kata Lee seeprti dilansir Medicalxpress.com, Senin (27/2/2012).
Textisme atau penyingkatan ejaan tersebut sudah umum dikenal di kalangan orang-orang yang suka ber-SMS. Banyak kata-kata yang disajikan dalam penelitian tidak dikenal dan tidak diterima oleh peserta yang lebih sering ber-SMS dan jarang membaca media konvensional.
Menurut survei yang dilakukan oleh Nielsen pada tahun 2011 lalu, warga Amerika berusia 13 hingga 17 tahun rata-rata mengirim dan menerima 3.339 SMS setiap bulannya. Gadis remaja mengirim dan menerima lebih dari 4.000 SMS.
Setengah dari remaja saat ini tidak membaca buku. Menurut survei terbaru yang dilakukan National Endowment for the Arts (NEA), proporsi orang Amerika berusia 18 hingga 24 tahun yang membaca buku non-sekolah atau buku yang tidak berkaitan dengan pekerjaan sebesar 50,7 persen. Proporsi yang paling rendah adalah pada kelompok usia dewasa di bawah 75 tahun dan turun 59 persen dibandingkan 20 tahun lalu.
Pada tahun 2004, NEA menemukan bahwa satu dari tiga anak yang berusia 13 tahun membaca buku setiap hari sekadar untuk kesenangan. Saat ini, dua pertiga dari mahasiswa baru di perguruan tinggi membaca buku untuk kesenangan kurang dari satu jam setiap minggu. Sepertiga dari orang-orang tua bahkan tidak membaca untuk sekadar iseng sama sekali.
Menurut hasil penelitian dari Organization for Economic Cooperation and Development yang paling terakhir, perbedaan kemampuan membaca antara anak berusia 15 tahun di Shanghai, Cina dan orang-orang di Amerika Serikat saat ini sama besarnya dengan kesenjangan antara AS dan Serbia atau Chili.
Sumber : detikHealth
No comments:
Post a Comment