Para dokter dan profesional kesehatan umumnya tahu bahwa kebanyakan pasien yang ditangani mengalami depresi, namun seringkali tidak mampu mengenalinya. Terlebih hampir sebagian besar pasien memang menyembunyikan gejala-gejala depresinya ketika menemui dokter.
Sebuah survei yang dilakukan di California menemukan bahwa 43% pasien menyembunyikan gejala-gejala depresinya ketika menemui dokter. Pasien merasa masalah emosionalnya bukanlah topik permasalahan dalam pengobatan dan tak ingin diresepkan obat anti depresi atau mereka takut catatan medisnya akan diketahui pihak lain.
"Hasil ini menyoroti pentingnya mendidik pasien, dokter dan perawat untuk membahas masalah gangguan emosi selama pemeriksaan dan konsultasi rutin lainnya," kata peneliti Richard Kravitz MD, profesor kedokteran internal di University of California, Davis seperti dilansir dari Health, Jumat (16/9/2011).
"Kita tahu bahwa depresi tidak ditangani dengan baik di mana-mana. Alasan utamanya adalah karena pengungkapan depresi dimulai dari pengakuan pasien," imbuh Prof Kravitz.
Penelitian ini menunjukkan bukti yang kuat bahwa stigma penyakit mental masih merupakan kendala yang mencegah banyak orang mencari pengobatan efektif dan tepat waktu. "Saya benar-benar terkejut pasien merasa bahwa depresi adalah bukanlah beban yang patut dibicarakan dengan dokter," kata Gerard Sanacora, PhD, profesor psikiatri di Yale University School of Medicine yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Ia menduga bahwa jika survei tersebut tidak dilakukan di California, salah satu negara yang paling banyak terjadi kasus penyakit mental, pasien akan lebih lebih ragu-ragu membahas depresi bersama dokternya.
Peneliti menyurvei 1.054 orang dewasa lewat telepon mengenai kesehatan mereka secara umum, akses kepada dokter, asuransi, demografi, keluarga dan riwayat pribadi masalah kesehatan mental. Para peneliti kemudian meminta para responden memberikan 11 alasan yang mungkin menjadi penyebab mereka tidak ingin membicarakan sedikit, banyak atau tidak sama sekali tentang depresi mereka kepada dokter.
Alasan responden tidak mau terbuka soal depresinya adalah:
Tidak ingin dokter meresepkan obat anti depresi (23%).
Karena bukanlah pekerjaan utama dokter untuk menangani masalah-masalah emosional (23%).
Tidak ingin catatan medis mereka jatuh ke tangan atasan atau pihak luar (15%).
Responden juga mengungkapkan kekhawatirannya dirujuk ke dokter spesialis atau dicap sebagai pasien psikiater.
"Keengganan pasien sangat penting untuk diatasi. Karena depresi yang tidak terdiagnosis, semakin sulit kita bisa mengobati kerusakan yang lebih permanen. Ada bukti penelitian bahwa kondisi depresi sebenarnya bisa berbahaya bagi otak. Menunda pengobatan mungkin adalah hal terburuk yang dapat pasien lakukan terhadap kesehatan mentalnya," kata Sanacora.
Sumber: detikHealth
No comments:
Post a Comment