Friday, August 2, 2013

MENUMBUHKAN TOLERANSI DALAM ISLAM




Jika kehidupan dunia anugerah Allah SWT, kita ibaratkan seperti musik tentunya hidup kita akan sangat indah. Dalam musik terdapat tangga dasar nada yaitu Do, Re, Mi, Fa, So, La, dan Si. Masing-masing nada tersebut dapat dihasilkan dari berbagai alat musik yang berbeda-beda. Jika alat-alat musik tersebut dimainkan bersamaan sesuai dengan ritmenya, maka akan menghasilkan suatu nada yang harmonis yang kita sebut dengan musik. Atas kekuasaan Allah Swt tidak ada satu orang pun di dunia ini yang tidak menyukai musik, karena pada dasarnya manusia menyukai keharmonisan.

Jika kita mengambil hikmah dari diciptakannya musik dapat disimpulkan bahwa, dalam kehidupan manusia terdiri dari berbagai macam keberagaman, agama, bangsa, warna kulit, suku dll. Jika manusia bisa hidup tanpa ada interaksi dengan sesama sesungguhnya perbedaan diatas tidak akan menjadi masalah. Sayangnya manusia diberi kodrat sebagai makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Lalu timbul pertanyaan bagaimanakah seharusnya sikap kita menanggapi berbagai perbedaan? Apa saja ajaran Islam yang melandasi cara hidup di tengah keberagaman?

Dalam khasanah Islam telah banyak teladan untuk hidup ditengah keberagaman. Dalam khasanah Islam disebut sebagai tasamuh yang berasal istilah ushul fiqh atau dalam istilah populernya kita kenal dengan istilah toleransi. Kata toleransi berasal dari bahasa inggris, yaitu tolerance yang memiliki arti sabar, lapang dada, dan bisa menerima. Atau biasa diartikan sikap lapang dada serta mampu dan mau menerima berbagai perbedaan. Toleransi sangat ditekankan oleh semua agama ataupun ajaran lainnya terlebih dalam Islam, baik toleransi antar umat seagama maupun antar umat beragama.

Salah satu landasan toleransi dalam kehidupan adalah firman Allah dalam surat Al-Hujuraat ayat13 yang berbunyi :

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dari ayat tersebut bukan hanya berbicara tentang pentingnya untuk saling mengenal, akan tetapi jika kita maknai lebih dalam memiliki arti bahwa kita harus toleransi. Bagaimana mungkin akan tercipta persaudaraan atau silaturahmi apabila ada sifat sombong, tidak mau menerima perbedaan atau tidak mau toleransi.Maka sudah sewajarnya kita harus menghargai sesama dan menerima berbagai perbedaan itu sebagai rahmat. Sehingga kehidupan kita bisa seharmonis sebuah musik.

Berkaca dari beberapa peristiwa terkini yaitu maraknya berbagai masalah yang melibatkan unsur agama. Jika masalah masih dalam ranah perdebatan tentunya masih dikategorikan wajar dan cenderung lebih baik, namun jika sudah menyangkut dengan kekerasan fisik danmental, seperti yang terjadi akhir-akhir ini tentunya sangat menciderai dan merugikan berbagai pihak. Dan lagi-lagi agama dijadikan sebagai tameng atau kedok.

Hal ini terjadi karena masing-masing merasa benar dengan apa yang dipahami dan diyakininya. Apapun alasan dan dalil yang digunakan sesungguhnya perbuatan seperti itu sudah menyimpang dengan apa-apa yang diajarkan Rasul baik dalam sabdanya maupun dalam suri tauladannya. Bukankah Rasul sangat menghargai sebuah perbedaan dalam bermasyarakat? Bukti Rasul sangat menghargai perbedaan adalah dibuatnya Piagam Madinah yang di dalamnya sangat kental nuansa toleransi. Tidak ada perbedaan orang Islam, kristen, yahudi, bahkan kaum majusi sekalipun, semuanya diperlakukan sama.

Tidak hanya Rasul yang memberi tauladan tentang toleransi kepada umat beragama lain, contohnya adalah Umar Ibnu Khatthab. Dalam riwayat hidup beliau diceritakan: “Suatu hari datanglah seorang janda nasrani kepada Umar sebagai khalifah. Lalu janda itu berkeluh kesah dan meminta bantuan Amirul Mu’minin untuk membayar hutang yang yang ia tanggung, karena jika tidak dibayar maka rumahnya akan disita. Tanpa pikir panjang Umar langsung mengabulkan permintaannya dan bertanya “apakah engkau seorang nasrani” “ya aku seorang nasrani” umar bertanya lagi “kenapa engkau tidak memeluk Islam?” belum sempat menjawab, janda tersebut dipersilahkan untuk pulang. Lalu Umar beristigfar dan menangis, lalu sahabat bertanya “ada apa wahai Amirul Mu’minin sampai engkau beristigfar dan menangis “tidak sepantasnya aku menanyakan hal tersebut, karena aku takut pertanyaanku menjadi sebuah paksaan dan melukai hatinya”.

Al-Qur’an juga sangat tegas memerintahkan kita semua untuk mengamalkan toleransi, Hal ini terlihat dari kesediaan al-Qur’an menyebut non-muslim sebagai ahli kitab (ahl al- kitab). Konsep ahl al kitab ini tentu jauh melampaui batas toleransi yang terjadi dalam tradisi Katolik sebelum Konsili Vatikan II 1962. Luasnya cakupan dari konsep ahl al kitab ini menjadi sangat tidak terhingga ketika dilihat dari preseden sejarah, dimana ketika ekspansi Muslim generasi awal bertemu dengan umat Hindu di Sind misalnya. Pemimpin pasukan Islam menyebut umat Hindu juga sebagai ahli kitab, oleh sebab itu ia harus ditolelir dalam setiap mengambil keputusan. Demikian juga ternyata al-Qur’an secara jelas juga menyebut orang beriman (Muslim) Yahudi, Nasrani dan dan Sabiin, sebagai setara.

Dalam surat Yusuf ayat10 Allah Swt berfirmanyang artinya“ dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” Menafsirkan ayat ini Jalalludin al Mahali dan Jalaluddin ash Syuyuti dalam tafsir al –Jalalain. Menulis “Hendakah kau paksa jugakah orang untuk melakukan apa yang Allah sendiri tidak ingin melakukan terhadap mereka?”. Lebih jauh tafsir al Jalalain menjelaskan bahwa tugas Nabi Muhammad dan seharusnya otomatis bagi penerusnya adalah hanya untuk menyampaikan pesan (balagh), atau tidak adanya kewajiban bagi Nabi untuk membawa orang untuk masuk Islam, sebab ayat sebagaimana dikutip di atas dilanjutkan “Dan apapun yang kamu berikan (kepada nonmuslim) dengan cara yang baik, adalah untuk kamu sendiri”.

No comments:

Post a Comment