Thursday, March 29, 2012

Laa Hawla walaa Quwwata illa Billaahil ‘Aliyyil ‘Azhiim



Jika kita membedah makna berlepas diri dari daya (Al Hawl) dan kekuatan (Al Quwwah), pengertian yang paling dekat dari itu adalah kalimat; “Laa Hawla walaa Quwwata illa Billaahil ‘Aliyyil ‘Azhiim” tidak ada daya dan kekuatan kecuali Alloh yang Maha Tinggi dan Maha Agung. 

Menurut sang Hujjatul Islam Imam Ghozaly RA. Al Hawl adalah gerakan dan  Al Quwwah adalah kemampuan, tidak ada gerakan dan tidak ada kemampuan bagi satu makhluk pun atas sesuatu apa pun kecuali karena Alloh yang  Maha Kuat
lagi Maha Kuasa.

Alloh SWT lah yang menjadikan makhluk-Nya mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, seperti kewajiban sebagai manusia untuk mengerjakan atau mencegah dirinya dari sesuatu, berusaha mencari rezeki dengan segala macam cara dengan keahlian dan ciptaannya. Maka kewajiban bagi seorang mukmin berkeyakinan bahwa sesungguhnya Alloh SWT
adalah Pencipta segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya dan daya-Nya.

Sesungguhnya seperti terlihat pada manusia yang melakukan sesuatu dengan usahanya sendiri, yaitu amal dan perbuatan, dan atas keduanya dijanjikan pahala atau balasan.

Namun tidak ada yang mereka kehendaki kecuali juga dikehendaki oleh Alloh SWT.
Seseorang tidak akan mampu mengerjakan atau meninggalkan sesuatu kecuali jika ditakdirkan oleh Alloh SWT;
Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun dilangit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.

Kemampuan dan ikhtiar diciptakan oleh Alloh SWT untuk hamba-Nya berkenaan dengan perintah dan larangan-Nya.
Maka masalah yang terjadi pada diri manusia sebenarnya hanyalah disifatkan dan disandarkan dengan kemauan dan ikhtiar mereka sendiri, tergantung dari itu semua mereka diberi pahala atau dihukum.

Maka makna dari “Laa Hawla walaa Quwwata illa billaah” adalah penafian segala kemandirian mutlak dengan kekuatan dan daya, bersamaan dengan pengakuan bahwa adanya kemampuan dan ikhtiar untuk seorang hamba.

Sesungguhnya yang berpendapat bahwa seorang hamba tidak mempunyai ikhtiar dan kemampuan atas segala sesuatu, dan perbuatan ikhtiarnya seperti pemaksaan, maka mereka adalah kaum yang dinamakan Jabari.

Ada juga yang mengatakan bahwa manusia mempunyai kemandirian mutlak pada kehendak dan kemampuannya dalam berikhtiar mereka dinamakan Mu’tazilah.

Yang lain berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan dan ikhtiar yang dengannya dapat melakukan perintah Alloh SWT dan menjauhi larangan-Nya. kemampuan dan ikhtiar itu tidak secara mutlak, manusia juga tidak menciptakan
kemampuan dan ikhtiarnya, mereka dinamakan Ahlu Sunnah wal Jama’ah.

Masalah ini memerlukan penjelasan yang panjang dan berliku-liku yang mungkin membuat seseorang tersesat didalamnya.

Didalamnya terdapat rahasia ketetapan Alloh SWT yang banyak membingungkan akal manusia, Sayyidil Mursalin SAW telah melarang manusia awam untuk terlalu menyelami dalam membicarakan masalah ini.

Sesuatu yang khusus dan suci hanya bisa didapati/dipelajari secara berproses dan terbukanya hijab didalam perjalanan menuju kepada-Nya.

Seseorang yang berakal akan merasa puas hanya dengan isyarat saja, cukuplah mereka beriman bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Alloh SWT, dan tidak akan terjadi sesuatu kecuali dengan kehendak dan daya upaya-Nya.
Setelah itu berusaha mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Alloh SWT dan menjauhi segala yang diharamkan-Nya serta selalu menerima apa yang ditetapkan oleh Alloh SWT untuknya dalam keadaan apa pun.

Dalam sebuah hadits Rosululloh SAW bersabda;
Laa Hawla walaa Quwwata illa Billaah adalah obat dari Sembilan puluh Sembilan penyakit, dan yang paling ringan adalah kegelisahan.”

Kegelisahan biasanya terjadi karena kehilangan sesuatu yang dicintai, atau menerima sesuatu yang dibenci sehingga merasakan kelemahan dan ketidakmampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, lantaran itu hati merasa sedih.

Dengan mengulang-ulang makna pelepasan diri dari Al Hawl dan Al Quwwah dengan hati dan lisan akan menghasilkan suatu keyakinan akan kekuatan dari Alloh SWT.

Dengan demikian hilanglah rasa gelisah dihati dan bertambahlah pengetahuan tentang Tuhan.

Makna pembahasan diatas diperjelas oleh sabda Rosululloh SAW;
Barang siapa yang beriman terhadap takdir Alloh, maka hilanglah segala kesedihan.”

Dari penyandaran Al Hawl dan Al Quwwah kepada kata “Alloh”, yang biasanya diikuti oleh dua nama sebagai sifat dari sifat-sifat Dzat yang Maha Suci yaitu Maha Tinggi (Al ‘Aliyyu) dan Maha Agung (Al ‘Azhiim), dapat kita lihat isyarat yang menunjukkan puncak pensucian (Tanzih) dari segala pemikiran yang menyesatkan dan membutakan.

Juga tanzih dari segala yang menjadikan seseorang berusaha mencampuri takdir Alloh SWT dan bertingkah laku menggunakan mata hatinya.

No comments:

Post a Comment