Wednesday, May 1, 2013

Menyiasati Kejenuhan


Apakah anda sedang jenuh ? Siapa di antara kita yang tidak pernah mengalami kejenuhan ? Rutinitas  harian seseorang  terkadang bisa menghadirkan efek berupa  rasa bosan sampai ke tingkat jenuh. Badan malas bergerak dan otak jadi malas berpikir. Produktifitas pun menurun drastis. Apa boleh buat,  hari ini giliran saya mengalami kejenuhan itu, entah untuk yang keberapa kalinya sepanjang hidup saya. Hal seperti ini selalu berulang seolah menjadi siklus ritual yang wajib untuk diikuti, atau seperti siklus datang bulan kaum perempuan yang selalu hadir walau tak diundang. Meski telah banyak buku teori yang dibaca sebagai penangkal, masih tetap saja gagal untuk menghilangkan perasaan jenuh tersebut.
Bermalas-malasan menjadi satu-satunya alternatif atau pilihan yang terlihat menarik oleh mata lahiriah. Kemudian, bersambung menjadi acara merangkai khayalan yang indah tentang segala obsesi yang belum tercapai. Silih berganti dengan kegiatan berandai-andai yang tanpa disadari menuntun kita mendekati bujukan setan berupa rasa putus asa dan sederet rasa penyesalan lain sebagai buah dari tumpukan masalah hidup .
Bisikan malaikat dan setan bergantian merasuki pendengaran pikiran dan hati, simbol atau perlambang peperangan antara kebaikan dan keburukan. Adalah “Huuda” atau petunjuk dan Kuasa Allah yang akhirnya mengalihkan khayalan itu jadi sebuah perenungan panjang. Introspeksi diri adalah kata populernya. Beruntung, kali ini wajah kebaikan para malaikat berhasil keluar sebagai pemenang dan membuat suara hati berganti arah haluan mengikuti pusaran dalam proses penyadaran.
Memang benar kehidupan sekarang hanya persinggahan sementara, namun begitu kita tetap harus bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, jangan menyia-nyiakannya. Dunia adalah kendaraan menuju terminal akhirat, sebab itu harus kita sadari, bahwa kemalasan berarti telah “mengkerdilkan” kebesaran Sang Pencipta yang telah mempersembahkan semua hal terindah dan terbaik untuk hamba-Nya. Awan beraneka rupa di angkasa, tak pernah sama bentuknya dari hari ke hari. Diciptakan-Nya berbagai hal kontradiktif supaya kita bisa mengambil pelajaran dari kondisi tersebut. Misalnya, dibaginya siang dan malam, dibedakan pula gender lelaki dan perempuan untuk saling melengkapi, dihadirkan-Nya duka agar kita bisa merasakan indahnya bahagia, dihadiahi-Nya rasa gagal agar kita bisa memanjatkan syukur yang tak berhingga ketika berhasil, dan sebagainya.
Kita sendiri lah yang menjadikan hidup terasa menjemukan. Dengan mengatas-namakan kelemahan manusiawi, Kita berlindung dibalik itu dan dijadikan alasan pembenaran hingga kita menjadi permisif dalam menyikapi kemalasan dan kejenuhan. Bukan berarti, kita harus memaksakan diri dalam melakukan suatu pekerjaan. Sebenarnya kalau kita jeli, masih banyak alternatif lain untuk menjadikan hidup lebih bermakna.
Sebagai manusia normal tentu kita memiliki hal-hal yang disukai dan disenangi atau disebut juga hobi. Kemungkinan besar, hobi kita tidak pernah mendatangkan rasa jenuh bukan? Buat yang senang bersepeda gunung, silakan segera berangkat untuk tur cross country. Bagi yang hobi memasak, segera bangkit dari tempat tidur, masak makanan terbaik dan suguhkan untuk keluarga tercinta. Bagi yang hobi jalan-jalan, simaklah keagungan ciptaan-Nya dan bagi yang senang terlibat dalam kegiatan sosial ajaklah anak yatim, bahagiakan hati mereka. Berbagi kebahagiaan dengan sesama menjadi manifestasi empati humanisme kita.
Bagi yang hobi membaca, bacalah sebanyak mungkin buku yang bermanfaat, gali dan selami hikmahnya lalu ceritakan kepada yang lain. Tanpa disadari, kita sudah berbagi ilmu. Atau langkahkan kaki ke rumah sahabat lama, guru, tetangga atau siapa pun orang yang kita kenal, sebab bersilaturahim pun sering kali bisa merubah suasana hati. Dan jika memang terlalu lelah, berdzikirlah dalam diam.
Dengan berusaha seperti itu, siapa tahu jadi pembuka jalan sehingga dapat kita rasakan dan nikmati, bahwa sesungguhnya dunia ini begitu indah. Beraktifitas melawan arus pembawaan alami kejenuhan yang biasanya berwujud kemalasan adalah anak kunci untuk menghilangkan rasa jenuh itu sendiri. Rumus sederhananya adalah “aktif bergerak”, jangan turuti keinginan untuk pasif berleha-leha alias bermalas-malasan seperti kucing rumahan yang manja.

No comments:

Post a Comment