Thursday, November 29, 2012

Kebanyakan Berpikir Analitis Bikin Orang Jadi Si Raja Tega


Beberapa orang yang kritis dan analitis memiliki sifat empati yang kurang atau biasa disebut raja tega. Ternyata penyebabnya karena area otak yang berfungsi memproses empati jadi tak aktif saat bagian otak yang berfungsi untuk menganalisis menjadi aktif dan sebaliknya. Artinya orang yang sibuk menganalisis mungkin kurang dapat berempati.

Sebuah penelitian yang dilakukan Case Western Reserve University menunjukkan bahwa ketika jaringan analitik otak aktif, kemampuan kita untuk menghargai perasaan manusia ditekan. Namun saat beristirahat, otak berada dalam tahap di antara keduanya.

"Struktur kognitif kita sudah berevolusi. Empati dan pemikiran analitis terletak saling eksklusif di otak, setidaknya sampai batas tertentu," kata Anthony Jack, asisten profesor ilmu kognitif di Case Western Reserve seperti dilansirScienceBlog, Rabu (31/10/2012).

Sejumlah penelitian sebelumnya menunjukkan ada 2 jaringan besar di otak yang saling bersaing. Salah satunya dikenal dengan jaringan modus default dan lainnya dikenal dengan jaringan tugas positif. Ada teori yang mengatakan bahwa salah satu jaringan terlibat dalam aktifitas pencapaian tujuan, sedangkan jaringan lainnya membuat pikiran melamun.

Ada juga teori lain yang mengatakan bahwa salah satu jaringan berfungsi memperhatikan hal eksternal, sedangkan jaringan lainnya memperhatikan hal internal. Penelitian baru yang dimuat jurnal NeuroImage ini menunjukkan bahwa pada orang yang berupaya memecahkan masalah secara analitis, salah satu jaringan sarafnya menekan jaringan lainnya.

Dalam penelitian ini, sebanyak 45 orang mahasiswa direkrut dan diminta menjalani pemeriksaan dengan scan otak fMRI selama 10 menit. Para peneliti secara acak memperlihatkan 20 video dan 20 artikel yang membuat peserta memikirkan perasaan orang lain. Setelah itu peserta diminta melihat 20 video dan 20 artikel tentang soal fisika yang harus dipecahkan.

Setelah membaca teks atau melihat video, para siswa harus memberikan jawaban ya atau tidak atas pertanyaan yang diberikan dalam waktu 7 detik. Setiap sesi scan fMRI diberi jeda waktu 27 detik.

Hasilnya menunjukkan bahwa otak yang memproses masalah sosial jadi tidak aktif saat proses analitik berlangsung dan sebaliknya. Temuan ini tetap sama, baik pada video ataupun artikel tertulis.

"Penemuan ini dapat didasarkan pada berbagai gangguan neuropsikiatri, mulai dari kecemasan, depresi dan ADHD, sampai skizofrenia, kesemuanya ditandai dengan menurunnya fungsi sosial. Pengobatan harus menargetkan keseimbangan antara dua jaringan ini,"

Jack juga menegaskan bahwa beberapa orang dewasa sehat cenderung mengandalkan salah satu jaringan. Misalnya CEO perusahaan yang sangat kritis dan analitis agar dapat menjalankan perusahaan dengan efisien. Namun di sisi lain, CEO ini bisa kehilangan nilai moral dan menjadi raja tega jika terjebak dalam cara berpikir analitis.

Sumber:detikHealth

No comments:

Post a Comment