Thursday, November 29, 2012

Jika Kemampuan Berbohong Diasah, Seseorang Bisa Jadi Pembohong Ulung



Biasanya orang akan berbohong karena terpaksa atau terdesak oleh situasi tertentu. Tapi ternyata sebuah studi baru mengungkapkan jika seseorang mengasah kemampuan berbohongnya maka ia bisa menjadi pembohong ulung.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Cognitive Science ini menemukan bahwa jika setiap hari seseorang berlatih membuat cerita bohong selama 20 menit maka lama-kelamaan mereka akan mampu merespons sesuatu dengan kebohongan secepat dan semudah berkata jujur. Bahkan mereka lebih pintar mengungkapkan kebohongan daripada kejujuran.

"Setelah berlatih dalam waktu pendek, orang-orang jadi lebih efisien dalam berbohong. Bahkan perbedaan antara sedang berbohong atau berkata jujur akan hilang setelah pelatihan itu," papar peneliti Xioaqing Hu yang juga kandidat doktor psikologi dari Northwestern University.

Meski penyebab orang berbohong itu ada bermacam-macam, tapi sebenarnya ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Berbohong menghabiskan banyak kekuatan otak karena pekerjaan ini menyebabkan otak harus mengatasi informasi yang kontradiktif (kebohongan dan kebenaran) sekaligus menghambat desakan si empunya otak untuk mengatakan hal yang sebenarnya.

Anak-anak pun sebenarnya adalah pembohong yang buruk tapi kemampuan ini akan berkembang seiring dengan pertambahan usianya. Lagipula sejumlah studi telah menemukan bahwa orang-orang membutuhkan waktu lebih lama untuk berbohong ketimbang bicara jujur.

"Berbohong itu sulit karena kejujuran adalah modus komunikasi standar," jelasnya seperti dikutip dari nbcnews, Kamis (29/11/2012).

Kesimpulan itu diperoleh setelah Hu dan rekan-rekannya ingin melihat bagaimana kemampuan berbohong itu bisa berubah dengan latihan. Lalu mereka meminta 16 partisipan untuk bermain peran sebagai mata-mata dan menyuruh mereka mengingat tiga fakta tentang identitas palsu mereka yaitu nama, tanggal lahir dan kota asal.

Lalu peneliti meminta partisipan menjawab pertanyaan ('Apakah ini benar-benar dirimu?') sembari dihadapkan pada beberapa fakta berbeda yang berkaitan dengan diri mereka sebenarnya. Partisipan juga diminta menjawab pertanyaan dengan menekan tombol 'ya' atau 'tidak' sedangkan peneliti mengukur waktu respons dan akurasi jawaban itu.

Partisipan yang suka berbohong juga diminta mempraktikkan kebohongannya dengan menekan tombol 'ya' kapanpun fakta dari identitas palsunya muncul dan 'tidak' ketika identitas aslinya diperlihatkan. Disamping itu peneliti melibatkan 16 orang dalam kelompok kontrol yang diminta melakukan percobaan yang sama namun menjawab 'ya' untuk menjawab fakta-fakta yang benar.

Setelah percobaan dilakukan sebanyak 270 kali atau latihan selama 20 menit, para pembohong sudah tak bisa dibedakan dengan orang yang berkata jujur, terutama dalam hal akurasi dan waktu meresponsnya.

"Kami kira pada dasarnya secara psikologis orang-orang ini belajar bahwa ini bukanlah saya dan identitas palsu itulah saya yang sebenarnya," kata Hu.

Bagi Hu, temuan ini dapat digunakan untuk memahami dunia kejahatan. "Pasalnya di dunia nyata, setelah terjadi tindak kejahatan, seringkali ada jeda waktu sebelum akhirnya si penjahat diinterogasi. Hal ini memberikan kesempatan bagi si penjahat untuk melatih kebohongannya. Tak heran jika mereka bisa berbohong dengan ulung," pungkasnya.

Sumber: detikHealth

No comments:

Post a Comment