Thursday, March 3, 2016

Kepribadian Negatif Anak Tak Hanya Berasal dari Lingkungan


Bagi orang-orang yang memiliki kepribadian mudah marah, sebaiknya mulai mewaspadai karakter tersebut. Alasannya, sifat temperamen pemarah merupakan faktor genetis bawaan yang dapat diturunkan kepada anak.
Psikolog Roslina Verauli mengatakan, seorang anak mempunyai kemungkinan kemiripan karakter dengan generasi sebelumnya dengan persentasi hingga 80 persen. Bisa jadi mereka tidak memiliki kemiripan dengan orangtuanya namun mempunyai kesamaan karakter dengan kakek atau neneknya.
"Kita kan punya kepribadian. Kepribadian itu terdiri dari yang bawaan dan juga bentukan lingkungan. Nature dan nurture. Yang nature itu bawaan, dan karakter temperamen itu bawaan," kata Vera saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (25/2).
Tapi, ternyata tak hanya temperamen yang merupakan bagian dari kepribadian bawaan. Ada juga kecemasan, keagresifan dan kecerdasan. Kalau anak diturunkan kepribadian yang cerdas, tentu saja itu adalah hal yang menguntungkan dan justru harus dikembangkan. Namun, tiga hal ‘buruk’ lainnya lah yang memerlukan perhatian lebih.
Untuk itu, Vera mengemukakan cara-cara untuk mengatasinya. Hanya saja cara tersebut digunakan untuk sekadar menguranginya, bukan menghilangkannya.
Karena pada dasarnya karakter seseorang tidak dapat dihilangkan. Namun, cara mengurangi sudah tepat dengan budaya dalam psikologi untuk tiga hal tadi.
Dimulai dari kecemasan. Perlu disadari, kecemasan sendiri sebenarnya bukan hanya merupakan bawaan, namun juga bisa jadi sesuatu yang ditiru oleh anak dari orangtuanya.
Sehingga, cara termudah untuk mengurangi kecemasan pada anak harus dilakukan juga oleh si orangtua. Selain itu, orangtua juga harus sadar bahwa cemas dan takut adalah dua hal yang berbeda.
Kemudian, ada pula cara mengatasi agresif. Agresif sendiri merupakan kepribadian yang ditunjukkan pada saat seseorang merasa terancam. Entah itu kabur, atau justru berani menghadapi ancaman tersebut.
"Pendorong agresif itu ada di dalam human. Apa yang harus dilakukan? Dia harus paham dulu apa yang bikin mereka merasa terancam, jadi memahami emosi dari awal," kata Vera.
Misalnya, saat seseorang sedang marah, ia harus paham terlebih dahulu tentang penyebab yang membuat dirinya marah.
Kemudian, tak jarang orang yang marah akan memberikan respon berupa agresi. "Agresi itu outwork, marah itu di dalam hati. Kalau agresi berarti sudah menyerang orang lain, jadi outwork. Bedakan outwork dan inwork. Sebab untuk mereka-mereka yang agresif, boleh dicoba kelola dulu yang di dalamnya,” jelas Vera.
Cara tersebut itu juga bisa diaplikasikan oleh seseorang yang memiliki anak sebagai upaya pencegahan agar anaknya tidak menjadi seseorang yang begitu agresif. Karena dengan orangtua melakukannya, anak akan meniru di kemudian hari.
Kemudian, bila bicara tentang orangtua, perlu ditanamkan pada orangtua bahwa kalau mereka sedang sangat marah karena sesuatu, sebisa mungkin jangan sampai lakukan di depan anak.
"Tapi kalau ternyata sampai terjadi di depan anak, setelah itu coba diskusikan. Jelaskan kalau tadi mamanya sedang marah, ‘tadi mama lagi marah, tapi itu salah," tutur Vera.
"Atau bisa juga tanya pada anak tentang apa yang mereka lihat. ‘Apa yang tadi kamu lihat? I’m sorry, mama minta maaf’. Itu efektif," katanya.

No comments:

Post a Comment