Dalam bahasa ilmu Tasawuf, Kiblat kita itu ada 4 yaitu :
- Ka’bah (syariat),
- Qalbu (Thariqat),
- Mursyid (hakikat) dan
- Allah SWT (makrifat).
Kuantum Energi Baitullah adalah Sinergi antara Baitullah di Alam Makrokosmos yaitu Ka’bah dan Baitullah di Alam Mikrokosmos yaitu Qalbu.
Apakah Baitullah itu ? Baitullah itu artinya adalah rumah ALLAH. Di manakah Baitullah yang kita kenal … ? Baitullah yang kita kenal itu adalah Ka’bah, yang ada di mesjidil Haram. Kalau begitu artinya, Baitullah itu jauh. Bukankah ALLAH mengatakan dalam Al-Quran, bahwa ALLAH itu dekat, bahkan lebih dekat kepadamu dari pada urat lehermu,…….. tapi kenapa mengatakan bahwa rumah-NYA jauh.. ? Kalau ALLAH dekat kepadamu melebihi dekatnya urat lehermu, harusnya rumah-NYA pun dekat bersamamu. Bagaimana menurutmu..?
ALLAH telah berfirman dalam hadits qudsi,
“Qalbul mukmin Baitullah.”
“Qalbu orang yang beriman itu adalah rumah ALLAH.”
“Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali “Hati” hamba-Ku yang mukmin, lunak dan tenang "(HR Abu Dawud ).
Berarti rumah ALLAH itu ada dua. Ada yang jauh dan ada yang dekat. Ada yang simbolik dan ada yang sebenarnya. Ada yang syariat dan ada yang hakikat. Kita akan merasakan betapa nikmatnya berkunjung ke Baitullah yang di Makkah, apabila kita telah dapat berkunjung ke Baitullah yang sebenarnya yang ada pada diri kita. Kita akan merasakan nikmatnya berkunjung ke Baitullah yang Syari’at apabila telah pernah berkunjung ke Baitullah yang hakikat.
Dan adalah sebuah karunia yang besar bila kita dimampukan oleh Allah untuk dapat berkunjung kepada kedua Rumah Allah tersebut. Sinergi antara dua baitullah inilah yang insya Allah nantinya akan menciptakan sebuah Energi Resultante berupa Lompatan Quantum Energi SULTHONAN NASHIROH yang sangat besar. Keseimbangan yang harmonis antara energi makrokosmos dengan energi mikrokosmos ini akan membuat Seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrowi kita. Sedangkan energi Resultantnya akan memberikan kekuatan yang di sebut “ENERGI SULTHONAN NASHIROH” yang akan memampukan kita untuk menembus batasan-batasan langit yang selama ini membatasi jangkauan pandangan bathiniah kita. Terbukalah sebuah cakrawala baru yang lebih indah dan luas terbentang di depan mata bathin kita, yang akan mengantarkan kita untuk lebih mudah dalam mencapai kesuksesan abadi yaitu sukses di dunia dan sukses di akhirat.
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”( QS. Ar Rahmaan : 33 )
وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَاناً نَّصِيراً
“Dan katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong(سُلْطَاناً نَّصِيراً )“( QS. Al Israa’ : 80)
Diriwayatkan oleh Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa suatu hari ketika Syaikh Abu Yazid al-Busthami sedang dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau mengunjungi seorang sufi di Bashrah. Secara langsung dan tanpa basa-basi, sufi itu menyambut kedatangan beliau dengan sebuah pertanyaan: “Apa yang anda inginkan hai Abu Yazid?”.
Syaikh Abu Yazid pun segera menjelaskan: “Aku hanya mampir sejenak, karena aku ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah”.
“Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?” tanya sang sufi.
“Cukup” jawab Syaikh Abu Yazid.
“Ada berapa?” sang sufi bertanya lagi.
“200 dirham” jawab Syaikh Abu Yazid.
Sang sufi itu kemudian dengan serius menyarankan kepada Syaikh Abu Yazid: “Berikan saja uang itu kepadaku, dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali”.
Ternyata Syaikh Abu Yazid masih saja tenang, bahkan patuh dan menyerahkan 200 dirham itu kepada sang sufi tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Selanjutnya sang sufi itu mengungkapkan: “Wahai Abu Yazid, hatiku adalah rumah Allah, dan ka’bah juga rumah Allah. Hanya saja perbedaan antara ka’bah dan hatiku adalah, bahwasanya Allah tidak pernah memasuki ka’bah semenjak didirikannya, sedangkan Ia tidak pernah keluar dari hatiku sejak dibangun oleh-Nya”.
Syaikh Abu Yazid hanya menundukkan kepala, dan sang sufi itupun mengembalikan uang itu kepada beliau dan berkata: “Sudahlah, lanjutkan saja perjalanan muliamu menuju ka’bah” perintahnya.
Syaikh Abu Yazid al-Busthami adalah seorang wali super agung yang sangat tidak asing lagi di hati para penimba ilmu tasawuf, khususnya tasawuf falsafi. Beliau wafat sekitar tahun 261 H. Sedangkan Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi (yang meriwayatkan kisah di atas) adalah juga seorang wali besar (wafat tahun 645 H.) yang telah banyak menganugerahkan inspirasi dan motivasi spiritual kepada seorang wali hebat sekaliber Syaikh Jalaluddin ar-Rumi, penggagas Tarekat Maulawiyah (wafat tahun 672 H.).
PUSARAN ENERGI KA’BAH
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya.” (QS. Al-An’am: 92)
Dalam ayat lain, yakni pada Surat asy-Syura ayat 7, Allah juga menyebut Makkah dengan Ummul Qura, dan negeri-negeri lain dengan “negeri-negeri di sekelilingnya”.
Mengapa Allah menyebut Makkah sebagai Ummul Qura (induk kota-kota)? Mengapa Allah menyebut daerah selain Makkah dengan kalimat “negeri-negeri di sekelilingnya”?
Dipastikan melalui berbagai penemuan mutakhir di abad ini bahwa hal itu terkait dengan pusat bumi dan hal-hal yang mengelilinginya. Kata “Ummul Qura’” berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, sementara yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam.
Sebagaimana seorang ibu yang menjadi sumber keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain. Selain itu, kata “ibu” memberi Makkah keunggulan di atas semua kota lain. Karena Makkah juga disebut Bakkah, tempat di mana umat Islam melaksanakan haji itu, terbukti sebagai tempat yang pertama diciptakan.
Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat luas). Kemudian gunung api di dasar samudera meletus dengan keras dan mengirimkan lava dan magma dalam jumlah besar dan membentuk “bukit”. Bukit inilah yang kemudian menjadi tempat Allah memerintahkan untuk menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat). Batu basal Makkah dibuktikan oleh suatu studi ilmiah sebagai batu paling purba di bumi.
Jika demikian, ini berarti bahwa Allah terus-menerus memperluas dataran ini. Adakah hadits nabi yang menunjukkan fakta mengejutkan ini? Jawabannya adalah “ya!” Nabi bersabda, “Ka’bah itu seperti tanah di atas air, dari tempat itu bumi ini diperluas.”
Menjadi tempat yang pertama diciptakan menambah sisi spiritual tempat tersebut. Allah telah memuliakan Makkah saat Dia menjadikannya sebagai pusat ibadah umat Islam, terutama ibadah haji. Allah juga berkehendak menjadikan rumah yang digunakan untuk menyembah-Nya terletak di Makkah, sebagai kota tujuan umat muslim dalam haji dan umrah.
Ketika seseorang beribadah Haji, salah satu cita-citanya adalah berdoa di Multazam. Ini adalah tempat yang paling Mustajab untuk berdoa kepada Allah. Mulatzam adalah suatu tempat di dekat Ka’bah, antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Konon berdoa di sini gampang dikabulkan oleh Allah. Dan bisa dipastikan semua orang yang bertawaf menyempatkan diri berdoa di Multazam ini. Adakah rahasia yang bisa dijelaskan? Kenapa berdoa di tempat ini begitu Mustajab?
Bapak AGUS MUSTOFA, di dalam bukunya yaitu Serial Diskusi Tasawwuf Moderen yang berjudulPUSARAN ENERGI KA’BAH berpendapat bahwa ada 3 faktor yang menyebabkan Multazam menjadi tempat yang Mustajab.
Hal ini akan dicoba ditelaah secara ilmiah, walaupun ada keterbatasan ilmu dan nalar.manusia
Faktor-faktor penyebab Multazam menjadi tempat yang mustajab :
1. Faktor Nabi Ibrahim
2. Faktor Hajar Aswad
3. Faktor jutaan manusia yang berthawaf mengitari Ka'bah
FAKTOR NABI IBRAHIM.
Nabi Ibrahim adalah orang yang membangun Ka'bah bersama Nabi Ismail.Nabi Ibrahim adalah hamba yang berhati lembut. Dalam bahasa lain dikatakan bahwa hati yang lembut akan memancarkan cahaya dan aura yang positif. Semakin lembut dan iklas seseorang, maka pancaran auranya akan semakin kuat dan bisa meresonansi (baca : mempengaruhi) lingkungan sekitarnya. Bila kita dekat dengan orang yang saleh, maka hidup dan hati kita akan tenteram.
Nabi Ibrahim adalah Rasul dengan kualitas kepasrahan dan keikhlasan yang sangat tinggi, sehingga oleh Allah beliau dijadikan teladan untuk umat manusia. Hal ini dibuktikan ketika beliau diperintahkan Nya untuk mengorbankan anaknya. Semua itu dijalani dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan.
Dan ingatlah hamba-hamba Kami : Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang Tinggi. (QS. Shaad 38 : 45)
Dengan tingkat kepasrahan dan keikhlasan seperti ini, Nabi Ibrahim mempunyai pancaran energi yang luar biasa besarnya. Manusia dan lingkungan yang pernah menjadi lokasi aktifitas beliau akan teresonansi oleh energi beliau. Apalagi karya-karya yang lahir langsung dari tangan beliau – dengan bantuan Allah tentu saja
Ka'bah adalah karya Nabi Ibrahim. Maka, di dalam Ka'bah ini – dengan izin Allah- tersimpan energi Nabi Ibrahim yang sangat besar. Apalagi Ka'bah menjadi tempat aktifitas beribadah selama bertahun-tahun, maka Ka'bah menyimpan energi yang positif.
Secara Logika diibaratkan dengan batang besi yang digosok-gosokkan oleh magnet. Jika batang besi tersebut digosok-gosok magnet, maka batang besi biasa itu akan berubah menjadi magnet juga. Meskipun kemagnetan bisa hilang, namun kalau digosok berulang-ulang selama kurun waktu yang panjang maka besi biasa itu bisa menjadi magnet permanen.
Dekat dengan Kab'ah serasa dekat dengan Nabi Ibrahim. Kita merasakan ketenangan, kedamaian dan kelembutan, persis seperti sifat Nabi Ibrahim. Maka berdo'a di dekat Ka'bah akan membantu kita untuk khusyuk dan hati menjadi tenang dan fokus pada saat berdo'a. Hilang semua kesombongan dan keangkuhan, sehingga do'a kita menjadi didengar oleh Allah.
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS. Al A'raaf 7 : 55)
FAKTOR HAJAR ASWAD.
Hajar Aswad adalah Batu Hitam yang –konon- jatuh dari langit (kemungkinan besar meteor) yang memiliki kadar logam yang sangat tinggi.
Hajar Aswad dijadikan sebagai salah satu bagian dari batu fondasi Ka'bah oleh Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail mendapat perintah dari Allah untuk meninggikan fondasi Ka'bah yang sampai kini menjadi pusat peribadatan umat Islam.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa):
"Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui" (Qs. Al Baqarah 2 : 127).
Energi yang dipancarkan oleh Nabi Ibrahim sepanjang interaksinya pada waktu itu tersimpan dalam sistem bangunan Ka'bah. Apalagi seusai membangun Ka'bah itu beliau berdua (Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail) berdo'a memohon agar ibadah dan do'a mereka diterima seperti ayat di atas. Hajar Aswad berfungsi sebagai semacam pintu masuk dan keluarnya energi Ka'bah karena memiliki daya hantaran elektromagnetik yang sangat tinggi. Energi Ka'bah mengalir deras di bagian ini meliputi orang disekitarnya. Karena itu orang yang berada paling dekat dengan Hajar Aswad (disitulah letaknya Multazam) itulah yang mengalami pengaruh paling besar karena getaran gelombang doanya berinteraksi dengan sistem energi Ka'bah.
Hal ini dibuktikan saat ada petir yang secara tiba-tiba menyambar Ka'bah pada tahun 1995. Anehnya, petir itu tidak menyambar pengkal petir di gedung-gedung tinggi di sekitar Masjidil Haram, melainkan menyambar Ka'bah. Secara ilmu fisika hal ini menunjukkan betapa dahsyatnya konduktivitas Hajar Aswad dibandingkan dengan Platina yang berada di ujung penangkal petir di gedung-gedung tinggi tersebut. Dalam keadaan biasa, petir seharusnya menyambar benda tertinggi dari permukaan tanah
FAKTOR ORANG BER-THAWAF
Sesungguhnya setiap perbuatan manusia menghasilkan gelombang eleltromagnetik. Gelombang ini memancar ketika kita sedang berpikir maupun sedang melakukan aktifitas fisik.
Hal ini terjadi karena tubuh manusia merupakan kumpulan bio elektron yang berputar-putar di setiap atom penyusun tubuh kita. Ketika sedang berbicara, sebenarnya kita sedang memancarkan gelombang suara yang berasal dari getaran pita suara kita. Begitu pula, saat kita melakukan sesuatu, artinya kita sedang memantulkan gelombang cahaya ke berbagai penjuru. Jika tertangkap mata seseorang, gerakan atau perbuatan kita bisa dilihat olehnya.
Bila kita sedang berpikir maka otak kita juga memancarkan gelombang-gelombang yang bisa dideteksi dengan menggunakan alat perekam otak yang disebut EEG (Electric Encephalo Graph).
Jadi, setiap aktifitas kita selalu memancarkan energi.
Dalam Ilmu Fisika, kita mengenal Kaidah Tangan Kanan, yang berbunyi : Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak berlawanan dengan jarum jam, maka pada konduktor itu akan muncul medan gelombang elekromagnetik yang mengarah ke atas.
Ketika jutaan orang ber-thawaf mengelilingi Ka'bah, hal ini akan seperti ada arus listrik yang sangat besar berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam mengitari Ka'bah. Kenapa hal ini terjadi ? Hal ini disebabkan tubuh manusia mengandung bio elektron. Ini disebabkan karena Ka'bah, khususnya Hajar Aswad telah berfungsi sebagai konduktor seperti dalam teori Kaidah Tangan Kanan. Bukan konduktor, tapi super konduktor !!
Gelombang tersebut akan membantu kekuatan do'a orang-orang yang bermunajat di sekitar Ka'bah, khususnya yang berada di dekat Hajar Aswad.
KA’BAH SEBAGAI KIBLAT SHALAT.
Orang yang melakukan Sholat di seluruh dunia memancarkan energi yang positif. Apalagi mereka semua selalu berkiblat ke Ka’bah. Sholat kita mengikuti pergerakan matahari, artinya, setiap saat sesuai dengan gerakan matahari itu selalu ada yang sholat. Jika sekarang kita sholat Dhuhur, maka sesaat kemudian, orang islam yang berada lebih ke barat dibandingkan Indonesia akan melakukan sholat Dhuhur. Demikian pula beberapa saat kemudian, wilayah yang lebh ke barat lagi akan memasuki waktu dhuhur, dan seterusnya. Setiap saat selalu ada orang yang sedang sholat menghadap ke Ka’bah dimanapun dia, atau sholat apapun dia. Akibatnya, ada sebuah resonansi energial antara orang yang sedang sholat dan ka’bah, yang disebut dengan medan elektromagnetik. Setiap saat. Jadi bisa Anda bayangkan betapa besarnya energi yang terpancar dari ka’bah akibat berbagai aktifitas di atas. Yaitu, energi-energi yang disebabkan oleh factor Ibrahim, Faktor orang yang berthawaf, Faktor Hajar Aswad, dan Faktor oranng-orang yang melakukan Sholat.
Wallahu a’lam bish-shawab
No comments:
Post a Comment