Allah menutup hati makhluk-NYA dengan hijab halus
Para Ulama terhalang karena keluasan ilmunya
Para Zuhud terhijab karena ambisinya
Para hukama' tak mampu menembus karena kehalusan hikmah-nya
Orang2 arif dan para pecinta sejati tak ada yg menghalanginya
Hal itu karena mereka menempatkan Qalbu sucinya dalam Cahaya Ilahi
(Rabi'ah al Adawiyah)
Pada suatu sore, di serambi masjid Padepokan Kehidupan terjadi dialog tentang Sufi dan Jalan Tashawuf.
Santri (S): Guru, mengapa para Sufi lebih memilih menggunakan bahasa perumpamaan untuk menjelaskan sesuatu dari pada bahasa yang lugas?
Gurui (G): Pertanyaan yang bagus anakku.. Memang para Sufi yang sejati, yang telah mengenal Allah dengan pengenalan yang Haq pada umumnya lebih memilih menggunakan bahasa perumpamaan dalam menjelaskan suatu hakikat kebenaran, hal itu disebabkan beberapa alasan, a.l.:
• Mereka mengetahui (ma’rifat) bahwa Allah pun menyukai menggunakan perumpamaan dalam menjelaskan ayat-ayat-Nya dalam Al-Quran.
“…dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS.24:35)
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.”(QS. 14:24-26)
“…dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan?”(QS. 14:45)
• Dengan bahasa perumpamaan, perangkat utama untuk memahami adalah kesucian/kejernihan qalbu, baru kecerdasan akal rasional kita.
• Bahasa perumpamaan mampu menjelaskan satu hal kepada berbagai lapisan obyek kemampuan orang yang berbeda dengan setiap orang memperoleh kualitas penjelasan sesuai keadaan masing-masing.
• Dengan perumpamaan para sufi juga hendak menyatakan bahwa yang mereka ketahui pun terbatas, sedang hakikat yang sejati hanya Allah lah yang mengetahuinya.
S : Lalu, bagaimana agar kita dapat mengerti perumpamaan-perumpamaan itu dengan baik?
G : Setelah kita mengetahui alasan para sufi di atas, sebaiknya untuk mengerti penjelasan mereka kita pun menyesuaikannya, yaitu dengan:
• Berupaya untuk lebih mengenal Allah sebaik-baiknya dengan memohon kepada Allah agar Dia berkenan untuk memperkenalkan Diri-Nya kepada kita sesuai dengan kondisi kita.
• Berjuang keras mensucikan qalbu kita dari penyakit-penyakitnya, serta melatih akal rasional kita sehingga optimal dalam kaidah-kaidah logika. Qalbu yang suci diperlukan untuk menangkap esensi/hakikat sesuatu yang Allah maksudkan, sedang akal rasional yang optimal diperlukan untuk dapat menjelaskannya kepada sesama manusia.
Bila kita hanya suci qalbu (tapi akal rasional kita kurang optimal), kita dapat menangkap esensi sesuatu, tetapi gagap dalam mengkomunikasikannya kepada orang lain. Sedangkan bila kita hanya optimal di akal rasional (tetapi qalbu kita masih belum bersih dari penyakitnya), ini lebih berbahaya, sebab kita belum mampu menangkap esensi sesuatu secara optimal, tetapi kita trampil dalam menjelaskannya kepada orang lain. Bahaya ini bisa ke diri kita sendiri maupun menyesatkan orang lain yang menganggap kita sebagai panutan.
S : Wah, ternyata tidak mudah belajar di jalan tashawuf itu? Sebaiknya apa yang sebaiknya kita lakukan Guru?
G: Pertanyaan yang cerdas dan penuh kesadaran yang baik Anakku, memang ada beberapa hal yang kau ketahui jika engkau bersungguh-sungguh ingin menempuh jalan tashawuf yang telah ratusan tahun di lalui dengan baik & benar oleh para kekasih Allah:
• Jalan para Sufi sejati ini memang bukan jalan hidup yang populer di zaman apapun, tetapi barang siapa yang berhasil melewatinya dengan benar, maka ‘pertemuan’ dengan-Nya yang Maha Sempurna menjadi imbalannya.
• Setiap proses yang menghasilkan sesuatu yang luar biasa, pastilah berat dan sulit menempuhnya. Itu merupakan kelaziman dalam kehidupan.
• Karena jalan hidup ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, sebenarnya JEJAK-JEJAK para penempuhnya yang berhasil dan gagal dapat dijadikan bekal bagi para calon atau penempuh pemula jalan ini. Dengan menyimak, menganalisis dan meneladani Kehidupan para penempuh yang BERHASIL, dan menyesuaikan dengan sikon zaman kita hidup, kita bisa menempuhnya dengan perbekalan yang cukup.
• Hendaknya kita menempuhnya dalam bimbingan seorang PEMBIMBING/MURSYID SEJATI yang telah berhasil menempuh jalan yang PENUH UJIAN ini. Karena seorang Mursyid sejati dia ada dalam bimbingan Allah ketika menjalankan tugasnya membimbing para salik/muridnya.
• Panduan secara umumnya adalah Al-Quran & As-Sunah para utusan Allah, panduan khususnya sebetulnya Petunjuk Allah melalui qalbu yang suci dari penyakitnya.
• Jalan tashawuf ini secara umum tidak boleh bertentangan dengan hukum syariat lahir (fiqih), tapi secara khusus dan perkecualian –hanya untuk orang-orang yang betul-betul dicintai Allah—adakalanya Allah menunjukkan bahwa jalan ini lebih utama dari syariat lahir (fiqih) dengan seolah-olah “melanggar hukum fiqih/ atau hukum alam”
Nah anakku, untuk kalian yang berminat menempuhnya, sebaiknya kalian mulai dengan membekali ilmu dan amal dalam syariat lahir (fiqih) dulu, sambil menyiapkan qalbu untuk siap jika sewaktu-waktu Allah memilih qalbu kita untuk Dia bimbing. Allah membimbing qalbu kita itu secara umum adalah dengan mengirimkan ujian demi ujian dalam hidup kita.
Bila kalian telah belajar dengan benar, maka Sang Guru sejati Insya Allah akan membimbing dan menempa kalian dengan penuh kasih sayang…. Wallahu a’lam bi shawwab.
S : Baik Guru kami senantiasa mengingat dan mengamalkan yang Guru nasihatkan, terimakasih.
No comments:
Post a Comment