Kata 'syuhada', dalam buku agama Islam di masa sekolah dasar saya dulu, maknanya diartikan sebagai orang yang gugur di medan perang melawan 'musuh Islam'. Maka ketika dewasanya orang berlomba-lomba ingin berperang (atau membuat perangnya sendiri dan musuhnya sendiri) karena ingin mati sebagai syuhada, yang jaminannya adalah surga.
Ada sebuah hadits yang 'menggelitik':
"Barangsiapa yang memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati syahid, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan kedudukan sebagai syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidurnya". (Hadits Riwayat Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya, Al-Hakim dan ia menshahihkannya).
Bagaimana mungkin mati di tempat tidur mendapatkan derajat kematian seperti seorang syuhada? Atau hadits berikut ini:
"Kebanyakan orang yang syahid dari ummatku, ialah mereka yang mati di tikar tidurnya. Dan banyak pula orang yang terbunuh di antara dua baris perang, yang Allah Maha Mengetahui apa niat sebenarnya". (HR Ahmad dari Ibnu Mas'ud)
Bagaimana mungkin, sebagian besar syuhada justru meninggal di atas tempat tidurnya? Dan Rasulullah sendiri yang mengatakan hal ini.
Ini bisa kita pahami, jika kita teliti Al-Qur'an. Kata 'syuhada', akar katanya sama dengan kata pada syahadat kita 'Asyhadu', artinya bersaksi, mempersaksikan dengan sepenuh kepercayaan, dengan sepenuh keyakinan (mengenai Tuhannya).
Kata 'syuhada' tidak semata-mata berarti orang yang mati di medan perang. Kata 'syuhada' berarti 'orang yang telah mempersaksikan (dengan sebenar-benarnya)'.
Di Al-Qur'an ayat 7 : 172 tadi, ketika Allah mengambil persaksian dari jiwa-jiwa manusia, kata yang dipakai adalah 'Asyhadahum ala anfusihim', mengambil persaksian atas jiwa-jiwa mereka. Dan jiwa-jiwa tersebut menjawab, 'Qaalu, bala syahidna," benar, sesungguhnya kami bersaksi.
Demikian pula kata yang sama (syuhada) dipakai dengan jelas di Q.S. Al-Hadiid ayat 19,
Q.S. 57:19, "Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, mereka itu orang-orang Shiddiqiin dan 'syuhada inda Rabbihim' (menjadi saksi di sisi rabb mereka), bagi mereka pahala dan cahaya mereka…"
Maka jelas bahwa 'syuhada' berarti orang yang mempersaksikan (kebenaran Ilahiyah). Menjadi syuhada tidak harus melalui peperangan. Seorang yang meninggal di atas tempat tidurnya pun bisa menjadi seorang syuhada, asal ia benar-benar memintanya,sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Di zaman Rasulullah, mereka yang gugur ketika berniat mengorbankan jiwa mereka untuk Allah melalui jalan yang tersedia dan dibutuhkan ummat pada masa itu (berperang), yang pengorbanannya diterima oleh Allah, dianugerahi sebuah 'penyaksian (akan kebenaran/Al-Haqq)' melalui gugurnya mereka di medan perang. Namun demikian, belum tentu jalan pengorbanan yang paling dibutuhkan ummat pada setiap masa adalah berperang.
Dengan demikian, belum tentu setiap orang yang gugur di medan perang adalah 'syuhada', jika pada saat kematiannya tidak dianugerahi sebuah penyaksian akan Al-Haqq. Juga hal ini berimplikasi bahwa banyak cara lain menjadi seorang 'syuhada' selain melalui peperangan. Di atas semua itu, sudah tentu lebih bisa kita pahami sekarang mengapa orang yang telah berhasil menjadi seorang 'syuhada' maka jaminannya adalah surga.
No comments:
Post a Comment