Kata maaf kadang mudah diucap tapi sering hanya di mulut saja. Padahal, keikhlasan memaafkan akan jauh lebih membahagiakan. Untuk itu, buah hati kita perlu diajarkan lebih dini untuk memberi dan meminta maaf dengan segera.
Suatu kali, tiba-tiba buah hati kita mengadu. Mereka mengaku telah membuat teman mereka menangis, karena sebelumnya teman mereka telah lebih dahulu melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka lakukan. Mereka hanya membalas. Mendengar apa yang mereka katakan, apa yang harus kita lakukan? Mengajak mereka mengurai masalah, lalu jika ternyata mereka yang salah lantas mengajak mereka ke rumah temannya? Atau membiarkan saja, karena kita pikir itu bukan kesalahan buah hati kita, tapi kesalahan temannya juga?
Masalah ini sebenarnya hanya masalah kecil. Tapi justru belajar dari masalah kecil seperti ini kita bisa masuk pada pembahasan yang lebih besar. Yaitu pembahasan tentang bagaimana meminta maaf dan memaafkan dengan setulus hati. Bagaimana kata-kata maaf bukan hanya hadir di permukaan saja, tapi benar-benar merasuk ke dalam hati.
Tapi apa untungnya meminta maaf dan memaafkan sepenuh hati? Untungnya adalah anak-anak diajarkan untuk melupakan apa yang sudah berlalu dan memulai segala sesuatunya tanpa perlu menengok ke belakang lagi.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai orangtua untuk membuat anak-anak kita tahu bagaimana meminta maaf dan memberi maaf dengan cara yang baik dan benar, sehingga tidak ada luka dari pihak lawan dan juga dari pihak mereka?
1. Memaafkan Itu Penting Atau Tidak?
Memaafkan tentu saja tidak akan mudah dipahami bila kita tidak mengarahkan arti pentingnya memaafkan. Anak-anak di rentang usia mana pun ketika dekat dengan kita, akan menganggap kita adalah teladan untuk mereka. Maka ketika memaafkan itu kita anggap penting untuk anak-anak dan menjadi sesuatu yang berharga, tentu ada tahapan yang memang harus kita lakukan untuk mereka.
Kita tidak bisa sekedar berkata, “Kamu harus minta maaf.” Atau, “Kamu harus memaafkan.” Tapi kita harus memberi contoh sehingga mereka paham kenapa mereka harus melakukan hal itu. Contoh itu cepat sekali akan meresap kepada mereka bila contoh itu datangnya dari kita. Misal, tidak sadar kita menyakiti perasaan pengasuh anak-anak di rumah. Lalu kita langsung meminta maaf pada si pengasuh. Sehingga anak paham bahwa meminta maaf itu penting dan tidak boleh ditunda.
2. Lakukan Dari Hal Terkecil
Mengajarkan memaafkan yang paling efektif adalah dari rumah kita sendiri dan dari hal-hal yang paling kecil, bahkan harus dimulai dari hal-hal yang justru sering kita sepelekan. Hal-hal kecil itu akan lebih efektif lagi bila bukan sekadar dari apa yang mereka lihat. Tapi bersentuhan langsung dengan mereka.
Ketika kita tidak sengaja menginjak kaki mereka ketika sedang berjalan, kita bisa langsung mengucapkan kata maaf. Atau ketika anak melakukan kesalahan seperti tidak sengaja memecahkan gelas koleksi kita dan mereka sudah minta maaf, kita harus memaafkannya. Dan setelah bicara menjelaskan, harusnya dianggap selesai. Tidak perlu mengungkit-ungkit lagi sehingga anak menjadi terluka karenanya.
3. Coba di Lingkungan Pergaulan
Setelah kita berhasil memasukkan makna kata maaf dan memaafkan, maka langkah berikutnya adalah menjajal dalam pergaulan mereka sehari-hari. Sebab, anak-anak kelak harus hidup di luar, jauh dari kita.
Untuk itu, pantau anak-anak dalam caranya berinteraksi dengan teman-temannya. Di rentang usia balita pasti akan jauh lebih mudah memantaunya. Sebab pada rentang usia itu mereka sedang belajar bagaimana caranya berinteraksi dengan teman-teman. Ketika kita melihat mereka melakukan kesalahan, jangan tunda untuk mengajarkan mereka meminta maaf. Kita ajarkan mereka untuk mengulurkan tangan minta maaf pada temannya. Dan ajarkan temannya juga untuk menerima maaf darinya. Biasanya tindakan seperti itu akan mudah ditiru oleh anak yang lain.
4. Memaafkan Itu Artinya Aktif
Buah hati kita tentu tidak akan paham apa makna memaafkan secara aktif, bukan pasif. Sebab, banyak dari kita sebagai orangtua kerap memaafkan orang lain itu secara pasif. Begitu kita terluka, kita memaafkan secara mulut, tapi tidak secara hati. Hubungan kita renggang serenggang-renggangnya, bahkan mungkin kita tidak mau lagi mengenali orang itu.
Memaafkan secara aktif berbeda. Ketika kita ingin mengajarkan memaafkan secara aktif, artinya ketika buah hati kita bermusuhan dengan temannya, maka kita menjadi saluran untuk mereka agar saling bermaafan. Bahkan ketika buah hati kita masih tidak mau berteman dengan temannya itu, kita sebagai orangtua bisa berlaku aktif dengan mengajak anak kita ke rumah temannya itu.
5. Sedalam Apakah Luka Itu?
Memaafkan tentu saja berkaitan dengan seberapa dalam efek ketika orang lain menyakiti perasaan anak kita. Ketika anak kita berkata bahwa ia tidak mau lagi berteman dengan temannya, kita sebagai orangtua harus tahu dan bertanya apa penyebabnya. Seperti apakah perlakuan temannya itu hingga mereka tidak mau lagi berteman?
Akan menjadi mudah bila mereka bercerita sehingga kita bisa mengarahkan pada mereka. Luka yang dalam bisa terjadi karena anak-anak memang tidak pernah dipersiapkan untuk terluka atau anak-anak tidak pernah diajarkan untuk melupakan luka itu.
6. The Best Thing is Communication
Komunikasi memang selalu menjadi efek terpenting dalam tumbuh kembang hubungan kita dengan anak-anak dan hubungan anak-anak dengan teman-temannya. Jalinlah komunikasi yang baik dengan anak-anak dan biarkan mereka bebas bercerita tanpa takut salah dengan kita. Sehingga, ketika kita ada sesuatu hal yang melukai anak-anak kita dapat cepat mengetahuinya.
Semoga, dengan beberapa kiat tersebut, maaf dan memaafkan bukan lagi menjadi perkara yang sulit lagi.
Semoga, dengan beberapa kiat tersebut, maaf dan memaafkan bukan lagi menjadi perkara yang sulit lagi.
Mari, biasakan diri kita sendiri untuk saling memaafkan, sehingga anak-anak pun akan meneladani tindakan kita agar hidupnya kelak penuh kebahagiaan, karena lapangnya hati akibat sudah terbiasa memaafkan.