Dua orang pemuda tampak berdiskusi di sebuah mulut gua. Sesekali, mereka memandang ke arah dalam gua yang begitu gelap. Gelap sekali! Hingga, tak satu pun benda yang tampak dari luar. Hanya irama suara serangga yang saling bersahutan. “Guru menyuruh kita masuk ke sana. Menurutmu, gimana? Siap?" ucap seorang pemuda yang membawa tas besar. Tampaknya, ia begitu siap dengan berbagai perbekalan.
"It is necessary to help others, not only in our prayers, but in our daily lives. If we find we cannot help others, the least we can do is to desist from harming them."
Thursday, September 29, 2011
Detik Kehidupan
Selama hidupnya, sebagian orang telah gagal merenungkan tentang Allah yang telah menciptakan mereka dan yang telah mencurahkan keberkahan dunia kepada mereka. Sebagaimana segala sesuatu terungkap dalam kehidupan, mereka cederung melupakan bahwa mereka sebenarnya merupakan makhluk yang lemah dan membutuhkan kasih sayang Allah. Allah adalah satu-satunya kekuatan yang dapat memastikan keberkahan-keberkahan itu dan mengatur segalanya.
Wednesday, September 28, 2011
Tanda-Tanda Penciptaan-NYA
Salah satu metode yang Allah perintahkan kepada orang beriman untuk mengaplikasikannya dalam mendakwahkan Islam kepada kaum mereka adalah dengan memperkenalkan tanda-tanda bukti penciptaan. Banyak Nabi, yang disebut dalam Al-Qur`an, membimbing umat mereka agar memikirkan tanda-tanda tersebut. Nabi Nuh a.s. termasuk seorang dari para rasul itu,
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (darinya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu." (Nuh [71]: 15-20)
Buah Pisang
Al-Qur`an menyebut pisang sebagai salah satu buah-buahan surga,
"Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon-pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya." (al-Waaqi'ah [56]: 28-33)
Tuesday, September 27, 2011
API UNGGUN
Suatu malam sang mursyid bertemu dengan beberapa muridnya, dan mengatakan kepada murid-muridnya untuk mendirikan kemah berikut dengan api unggun agar mereka dapat duduk dan berbincang-bincang.
“Jalan ruhani ialah seperti api yang terbakar di depan kita,” katanya.
“Seseorang yang ingin menyalakan api harus berhadapan dengan asap yang tidak nyaman yang menyebabkannya sulit untuk bernafas dan rasa perih di mata. Seperti itulah keimanannya dibangun.
Bagaimana pun, tatkala apinya menyala, asapnya menghilang, dan apinya menerangi segala sesuatu di sekelilingnya — memberikan kehangatan dan ketenteraman.”
“Tetapi bagaimana jika seseorang menyalakan api untuknya?” tanya salah satu muridnya.
“Dan juga jika seseorang membantu kita menghindari asapnya?”
“Jika seseorang melakukan hal itu, dia adalah mursyid yang palsu. Seorang mursyid memiliki kemampuan untuk menyalakan api kapan pun dia inginkan, atau memadamkannya kapan pun ia mau. Dan karena dia tidak pernah mengajarkan seseorang bagaimana caranya untuk menyalakan api, kemungkinan dia akan meninggalkan setiap orang dalam kegelapan.”
-----
Mursyid: Seorang pembimbing di jalan ruhani.
Monday, September 26, 2011
Surat Asy Syams
بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا
1. Demi matahari dan panasnya,
وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا
2. Dan bulan tatkala memantulkan cahaya matahari,
Surah ini mulai dengan bersumpah demi matahari yang bersinar cemerlang. Matahari selalu melambangkan Kebenaran, sumber energi utama, sementara bulan menunjukkan refleksi dari energi itu. Matahari pengetahuan kita adalah Nabi Muhammad, dan mereka yang mengikuti jejak langkah beliau adalah laksana bulannya karena, paling banter, mereka merefleksikan sebagian cahaya kenabian dari permukaan taman mereka. Bayangan senantiasa mengikuti cahaya siang dan gema mengikuti suara. Begitu pulalah hubungan antara Allah, sang Pencipta, dan manusia. Allah ingin mencipta dan oleh sebab itu Dia menciptakan manusia, entitas yang meliputi makna seluruh ciptaan-Nya.
وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا
3. Dan siang tatkala ia dengan jelas menampakkannya,
Jala berarti 'menjadi jelas atau wujud, menjadi besar atau termasyhur.' Jadi ayat ini dapat diartikan, 'Tatkala siang bersinar cemerlang dan jelas, maka wujudnya nampak.' Bisa juga hal itu menunjuk kepada saat di mana pengetahuan batin—siang harinya batin—bersinar dalam hati dan membuat hati terbuka, sehingga yang terlihat tak lain hanyalah Kebenaran.
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا
4. Dan malam tatkala menutupinya dengan selubung,
Dalam eksistensi ini gelap malam datang menutupi cahaya siang, persis seperti datangnya kematian menutupi rahasia manusia yang berpengetahuan, sedangkan kegelapan yang disebabkan oleh kebodohan akan menutupi orang-orang yang berpotensi untuk mendapat pengetahuan.
وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا
5. Dan langit dan Dia yang membangunnya,
وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا
6. Dan bumi dan Dia yang menghamparkannya,
Kata bana berarti 'membangun, menyusun', dan dari situ muncul kata untuk anak laki-laki (ibn) dan anak perempuan (ibnah). Kita sedang ditanya, Tidakkah engkau lihat, demi siang yang terang dan demi malam yang terang, demi malam yang menutupi siang dan demi susunan lelangit yang berada dalam keseimbangan, dan demi bumi dan permukaan serta fungsinya? Tidakkah engkau menyaksikan semua keanekaragaman ini?' Perhatian kita ditujukan pada kesempumaan sistem-sistem ini sehingga membuat kita merenungkan Sang Pencipta kesempurnaan ini.
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
7. Dan jiwa dan Dia Yang membuatnya seimbang.
Sawiya berarti 'membuat sama, rata, proporsional, sempurna dan sama tinggi'. Allah bertanya, 'Tidakkah engkau melihat kerumitan jiwa (nafs) yang benar-benar sangat menakjubkan, keseimbangannya yang ruwet, dan kemungkinan-kemungkinannya yang tidak terbatas ?'
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
8. Maka Ia memberinya ilham untuk memahami apa yang jahat untuknya dan agar memiliki kesadaran, yang disertai rasa takut, akan apa yang baik untuknya.
Realitas-realitas yang ada dalam nafs diilhamkan oleh Allah, dan semuanya sudah ada di dalam nafssejak sebelum lahir. Realitas tidak masuk ke dalam nafs belakangan setelah lahir. Alhama artinya 'mengilhamkan', dan iltahama, dari kata yang sama, berarti 'menelan, melahap'. Maka kecenderungan baik dan buruk sudah diperkenalkan kepada nafs, bersama dengan semua aspek lainnya yang bermacam-macam. Jiwa telah ditunjukkan pada dua jalan yang disebutkan dalam Surat al-Balad, ayat 10. Di kedua jalan itu ada pelanggaran nafs dan ada juga ketakwaannya, ada kesadarannya yang disertai rasa takut dan ada perjalanannya di sepanjang jalan rububiyyah (Ketuhanan). Kita diminta untuk melihat pada kesempurnaan keadilan yang telah diberikan kepada nafs, dalam rangka menyeimbangkan berbagai kecenderungan yang berlawanan.
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
9. Sungguh akan beruntung orang yang menumbuhkan jiwanya dalam kesucian,
Orang yang menempuh jalan penyucian nafs menyucikannya dengan mengenali apa penyebab ketidaksuciannya. Ini berkenaan dengan orang yang memperbesar nafs yang tinggi dengan mengurangi energi dan kepuasan nafs yang rendah. Dengan mengurangi pelanggaran, berarti kita meningkatkan kesadaran yang disertai rasa takut, dan dengan meningkatkan kesadaran tersebut berarti kita mengurangi pelanggaran. Dengan meningkatkan penyucian (tazkiyah), kita menjadikannafs berhasil memenuhi tujuan penciptaannya. Semua ini terjadi melalui dualitas, melalui penciptaan langit dan bumi. Allah memberitahu kita, 'Kebenaranlah yang akan engkau menangkan, engkau akan menjadi apa yang Aku harapkan darimu, engkau akan mendekati makna eksistensi ini dan engkau akan ditelan oleh makna tauhid, jika engkau menyucikan diri.'
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
10. Dan sungguh akan merugi orang yang merusaknya.
Dassa berarti 'merencanakan atau bersekongkol, menguburkan, menyembunyikan'. Dasisah berarti 'persekongkolan rahasia'. Dussa lahu berarti 'ia diracun secara diam-diam'. Kecintaan kepada dunia ini diberikan kepada kita secara rahasia, secara tersembunyi dan secara terbuka, dalam gemerlap barang yang disodorkan secara menggiurkan di hadapan kita dalam dunia ini. Dengan mendapat jalan untuk memahami motivasi batin, maka siapa pun yang berkonspirasi untuk menutupi kesadaran terhadap pelanggarannya akan berakhir dalam keadaan putus asa dan hilang harapan. Khaba berarti 'kecewa atau frustrasi'. Kita hanya dapat merasakan kecewa jika kita telah gagal. Kegagalan untuk memenuhi harapan eksistensi yang lebih tinggi disebabkan karena kita menyimpang atau tidak mengikuti dorongan batin terhadap petunjuk yang telah ditempatkan oleh Sang Pencipta di dalam nafs.
كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَا
11. Kaum Tsamud mendustakan [kebenaran] dalam pelanggaran mereka yang berlebihan,
Orang-orang yang berbuat salah dan menyesal tapi tidak berusaha mengatasi nafs rendahnya akan merugi. Cara untuk mengatasi kebiasaan ini adalah dengan melepaskan jiwa rendah dan memusatkan pada jiwa tinggi yang selalu bersama kita. Jiwa rendah adalah ciptaan kita sendiri, hasil dari 'konstruksi' pandangan dunia kita. Setiap orang memiliki apa yang disebut 'diri'-nya sendiri. Kita berkata, 'Diriku', atau 'ia menghinaku'. Ini merupakan akibat dari sang 'aku', akibat bangkitnya ego dan arogansi.
Sekali lagi kita diberikan bukti historis yang menunjukkan apa saja akibat dari pelanggaran. Dari satunafs muncul dua, dan dari dua ini muncul komunitas secara keseluruhan. Bentukan nafs kita merupakan hasil dari situasi dan keadaan sekitar, dari keluarga, komunitas, dan budaya atau peradaban di mana Allah telah menempatkan kita. Jika kita menambah kecenderungan rendah kita, jika kita terus-menerus memperbesar dan menyuburkannya, bukannya menghentikan, maka akan menimbulkan kehancuran kita yang menyeluruh. Dalam hal ini kita diberikan bukti melalui contoh kaum Tsamud yang dihancurkan karena kesombongannya.
إِذِ انبَعَثَ أَشْقَاهَا
12. Tatkala orang yang paling keji di antara mereka bangkit dengan kejahatan.
فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا
13. Maka utusan Allah berkata kepada mereka: Itu unta betina Allah, berilah dia minum!
Kaum Tsamud binasa karena pelanggaran, arogansi dan sikap suka membangkang mereka yang kian menjadi-jadi. Nabi Saleh diutus oleh Allah untuk mencoba mengekang mereka melalui pesan-Nya, dan beliau memohon agar mereka tidak menyiksa unta betina yang, bagaimana pun, merupakan ayat(tanda) Allah. Beliau mengatakan kepada mereka bahwa unta betina itu suci dan milik Allah, dan karena segala sesuatu adalah milik Allah maka apa pun adalah suci.
Jika kita tidak mulai menganggap suci segala hal yang nampak dan bersifat lahiriah, dan jika kita tidak mengenal kesucian Rumah Allah, maka kita tidak akan dapat mengetahui kesucian setiap 'rumah' lain. Jika kita memandang segala sesuatu dengan pandangan ilahiah yang ada dalam diri kita, jika kita melihat melalui mata sang Pencipta yang ada pada kita, maka kita menemukan bahwa segala sesuatu adalah sempurna. Jika kita tidak berbuat demikian, maka segala sesuatu nampak tidak adil. Jika kita melihat berbagai hal dengan pandangan hidup yang rendah dan dasar maka kita mesti menemukan bahwa segala sesuatu adalah tidak sempurna. Tapi kita diberi banyak sekali kesempatan untuk melayani berbagai tujuan yang paling luhur dan memperbaiki diri kita. Bila kita melihat melalui pandangan syariat, segala sesuatu mungkin nampak menakutkan. Oleh karena itu, kesempatan diberikan kepada kita sesuai dengan kemampuan kita untuk melayani, berbuat baik, menolong, bekerja, memajukan orang lain, dan menegakkan nilai-nilai Islam yang sejati. Jika kita melihat melalui kacamata hakikat, maka segala sesuatu nampak sempurna. Ada pelanggaran, ada kegagalan—dan berbagai hal mungkin kelihatannya menyedihkan—tapi walaupun demikian segala sesuatu berada dalam kesempumaan. Kita berada di ruang antara atau titik pertemuan (barzakh) dari dua kemungkinan.
فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُم بِذَنبِهِمْ فَسَوَّاهَا
14. Tetapi mereka menyebutnya seorang pendusta, dan menyembelih unta betina itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka karena perbuatan dosa mereka, dan membinasakan mereka semua.
Kaum Tsamud menolak apa yang diinformasikan oleh nabi mereka—dan informasi (wahyu) tersebut merupakan ujian bagi mereka. Damdama adalah 'melumuri sesuatu dengan kekuatan besar'. Damberati 'darah', dan damim berarti 'melumuri dengan darah'. Azab mereka sudah dekat; penderitaan mereka datang secara tiba-tiba menimpa mereka melalui perlengkapan fisik yang disediakan oleh Allah. Kita tidak tahu apakah mereka rnengalami gempa bumi atau semacam bencana alam lainnya, tapi apa pun bentuk kehancurannya, mereka tetap akan dimusnahkan.
وَلَا يَخَافُ عُقْبَاهَا
15. Dan Dia tidak takut akan akibatnya.
Dalam sebuah hadis Qudsi yang disampaikan melalui lisan Nabi, Allah mengatakan, 'Aku telah menciptakan manusia untuk menghuni surga dan Aku tidak perduli, dan Aku telah menciptakan manusia untuk menghuni neraka dan Aku tidak perduli.'
Penciptaan mesti memiliki dua ekstrem, kalau tidak menjadi hamba Allah pasti menjadi hamba setan. Dunia ini merupakan panggung operasi Allah di mana kita bisa bangkit menuju Yang Satu, menuju Allah, Yang Mahaagung, menuju Kekuatan Tunggal di balik ribuan manifestasi.
Dari sudut pandang Pencipta, keseluruhan langit dan bumi tidaklah berarti. Bahkan menurut ukuran-Nya, tidak menyamai berat sebutir debu dunia sekalipun. Allah menciptakan hukum dan memberi kita kesadaran untuk memilih antara benar dan salah, untuk berbuat baik dengan kesadaran yang disertai rasa takut atau mengabaikan sama sekali hukum-Nya dan dikendalikan oleh nafs rendah kita dengan segala tingkah dan hasratnya, atau dikendalikan oleh jiwa luhur yang dibimbing oleh semangat dan kecintaannya terhadap Allah dan Nabi-Nya. Kita akan merasa takut untuk melanggar dan menjaga diri kita dengan hati-hati, dan melalui kewaspadaan ini kebangunan batin akan terjadi, atau, kalau tidak, kita akan berjalan kesana-kemari, berkelakuan dengan cara yang lebih buruk dari binatang.[ ]
Friday, September 23, 2011
Mati Setelah Lahirkan Si Kecil
Apakah cukup menjadi diri sendiri ?
Seekor ulat bermimpi ingin jadi kupu-kupu yang cantik, tapi kawan-kawannya menyarankan agar dia tetap menjadi diri sendiri. Suatu hari dia ketemu semut merah.
"Aku ingin jadi kupu-kupu," ujar ulat itu.
"Kenapa kamu mau jadi kupu-kupu?"
"Aku ingin membuat taman jadi lebih indah. Aku juga mau membantu penyerbukan tanaman ke tanaman lain. Itu akan membuat mereka menghasilkan biji, dan akhirnya jadi tanaman baru. Aku ingin terbang. Aku akan mempercantik taman ini dan orang-orang senang melihatku."
"Ah, kamu bercanda. Kamu ini binatang melata. Takdirmu merayap. Jadilah diri sendiri! Jangan mimpi dan tunggu sampai kamu dipatuk burung," kata semut merah sambil tertawa.
Ulat kecewa dengan jawaban semut merah, kemudian dia pergi ke tempat lain dan ketemu dengan ulat belang. Dia mengutarakan lagi keinginannya untuk jadi kupu-kupu. Temannya berkata, "Jadilah diri sendiri. Keinginanmu itu akan mengecewakanmu. Jangan mencoba macam-macam. Enggak usah berusaha terbang. Kamu bukan kupu-kupu. Terlalu keras berusaha akan membuat kamu kecewa. Jadi diri sendiri saja. Jangan mengubah apa pun!"
Jawaban itu juga tidak memuaskan dirinya. Jadi dia terus berkelana ke sela-sela daun lain, merenung, dan masih sedih. Dia bermimpi jadi kupu-kupu, tapi saat melihat dirinya sendiri sekarang, dia adalah ulat. Saran temannya membuat dia berpikir bahwa menjadi kupu-kupu berarti tidak menjadi diri sendiri. Dia ingin berkembang dengan tetap menjadi diri sendiri.
Seekor kupu-kupu yang terbang melintas di situ melihat dia dan penasaran kenapa ulat ini kelihatan sangat sedih.
"Kenapa kamu kelihatan sedih begitu?" tanya kupu-kupu.
"Aku ingin jadi kupu-kupu seperti kamu," jawab ulat.
"Memang kenapa kamu ingin jadi kupu-kupu?"
Ulat kembali mengutarakan alasan ingin jadi kupu-kupu, namun teman-temannya menasihati agar dia "jadi diri sendiri." Pendapat itu membuatnya bingung.
"Teman-teman kamu benar, tapi jadi ulat saja tidak cukup. Kamu memang harus jadi diri sendiri, tapi jangan membunuh mimpi-mimpimu. Jangan tolak kesempatan untuk berkembang. Tidak berbuat apa-apa dan bersikap pasif bukanlah menjadi diri sendiri," demikian kata ulat.
"Jadi aku bisa jadi kupu-kupu yang cantik seperti kamu?"
"Tahu enggak, dulu aku pun seekor ulat, tapi sekarang aku sudah jadi kupu-kupu. Kamu punya kesempatan untuk jadi kupu-kupu. Teruslah merayap sambil makan yang cukup dan bagus. Cari tempat yang aman untuk membuat kepompong dan melindungi dirimu dari pemangsa dan setelah itu tunggu prosesnya. Percayalah kamu bakal bisa jadi kupu-kupu. Jadilah yang terbaik untuk dirimu!"
Penjelasan itu memberi harapan bagi sang ulat.
"Tumbuhlah lebih baik. Jadilah yang terbaik untuk dirimu!" dukung kupu-kupu sambil terbang untuk menunaikan tugas lain pada hari itu.
Hari demi hari setelah itu sang ulat terus merayap dan makan daun. Dia berusaha keras melindungi diri agar tidak dipatuk burung maupun predator lain. Sampai saatnya dia siap bertransformasi, bisa membuat kepompong yang kuat, dan di dalam kepompong itu dia pelan-pelan berubah jadi kupu-kupu yang cantik.
Mimpi ulat jadi kenyataan. Dia bisa terbang. Dia membuat taman lebih cantik. Dan dia masih tetap menjadi diri sendiri, menjadi yang terbaik untuk dirinya sendiri.
Thursday, September 22, 2011
Shalat dan Transformasi Fitrah Diri
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad Saw bersabda bahwa, “Shalat adalah mi’raj-nya mu’minin.” Istilah mi’raj di sini secara spesifik dihubungkan dengan peristiwa isra-mi’raj Nabi Saw pada tanggal 27 Rajab tahun ketiga belas dari Nubuwwah, saat beliau berusia 53 tahun
QALBU
Qalbu adalah Singgasana Allah
Pusat kendali diri setiap manusia
Landasan penampakkan Al Haq
Ranah hamparan kasih rahmatNya
Ia adalah cerminan hakikatNya
Mikroskop nilai keluhuranNya
Wadah penampung kalamNya
Jaring penangkap isyarat-isyaratNya
Ia dianalogikan dengan cahaya
Diurai dengan huruf-huruf Qur’ani
Ia laksana, minyak dan lampu
Dalam Misykat serta kaca menyala
Ia mudah terbalik dan pongah,
Qalbu yang ingat mulia, yang lalai nista,
Ia kadang bersinar, kadang gelap,
Ia menyinari jagad diri dan kehidupan,
Qalbu didatangi DutaNya untuk
Dipersiapkan menerima tugas ketuhanan
Qalb suci bermoral malaikatNya
Qalbu kotor berkarakteri setan terlaknat
Qalbu adalah penanda setiap insan
Adakah ia manusia baik atau buruk
Ia merupakan pundit rahasia batin
Samudera pengetahuan setiap manusia
Ia kunci pembuka keagunganNya
Pintu pembentang rahasia-rahasiaNya
Itulah wajah hakiki qalbumu yang sesungguhnya
Simpanlah rahasia batinmu, kau akan melihat rahasiaNya
Kebahagiaan dunia bisa diraih dengan jejak kaki
Kebahagiaan hakiki akhirat hanya bisa ditempuh dengan qalbu
Penyingkapan Agung dan tirai Makrifat terbuka oleh “laku“ qalbu
Rapor kebaikan dan keburukan setiap insani berdasar “laku“ qalbu
Manusia yang membiarkan kalbunya penuh noda hati
Selamanya tidak akan merasakan penyingkapan rahasia AgungNya
Qalbu adalah perbendaharaan agung
Modal utama setiap manusia menujuNya
Insan yang tidak memuliakan kalbunya
Akan menuai keburukan abadi di sisiNya
Qalbu adalah landasan pacu hakikat
Nilai hakiki tidak akan landing di qalbu yang kotor
Qalbu yang tidak suci berlumur hijab
Qalbu yang terhijab tidak akan Makrifatullah
Qalbu adalah media Wushul da Qurb
Keintiman denganNya juga dengan “laku“ qalbu
Hakikat kebaikan bersendikan qalbu
Kebaikan yang tidak bernurani, adalah busuk
Ilham suciNya turun di qalbu suci
Qalbu buruk adalah landasan bisikan jahat setan
Muara “laku“ qalbu adalah ridhaNya
KerelaanNya hanya berdasarkan “laku“ qalbu jernih
KemurkaanNya akibat “ulah“ qalbu
Siksa pedih akhirat juga akibat “ulah“ busuk qalbu
Qalbu adalah sentra penentu nasib
Kebahagiaan dan kesengsaraan hakiki akibat qalbu
Qalbu yang taat beroleh ridhaNya
Qalbu yang kufur, akan menuai kemurkaanNya
Qalbu yang pongah dan tersesat
Adalah qalbu yang lupa mendzikir padaNya
Wajah kebaikan qalbu adalah lurus
Wajah kesesatan qalbu, tindak kemaksiatannya
Tajamkan mata Qalbu dan pikir
Akan tersingkap keagungan rahasia ayat-ayatNya
Qalbu adalah pengantin jasad dan ruh
Hanya Qalbu Sakinah yang sambung dengan DiriNya
Lihatlah kepada “laku“ baik qalbumu
Itulah rahasia batinmu, dan modal utamamu menujuNya
Pandanglah kebaikan-kebaikanNya
Akan ditampakkan untukmu segala makna hakiki
- Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili [1366M - 1430M] -
Wednesday, September 21, 2011
KESUNYIAN
Langit malam itu seperti biasanya. Beberapa saat malam seperti petang di sore hari yang terik, beberapa saat kemudian malam begitu kelam seperti bayangan setiap orang tentang kematian paling pedih pada suatu waktu kiamat yang datang terburu-buru. Tahun-tahun terakhir cuaca memang cepat berubah.
Bagi kota ini segala hal bisa saja terselip dan terjadi. Di kota inilah orang belajar menjadi terbiasa mengambil jarak untuk dirinya sendiri; pada ketika ramai seperti biasanya seorang mungkin mnejauhkan dirinya entah ke dunia yang mana, pada ketika lengang jalanan dan sayup malam memulai sihirnya yang sunyi, sejanak lalu seorang lari mencari keramaian, atau hanya kesunyiannya sendiri.
Demikianlah orang-orang di kota ini mencari sesuatu dan berusaha menemukannya dengan cara yang paling absurd, mungkin sesuatu untuk dirinya sendiri, sesuatu yang begitu sunyi, begitu kecil namun begitu damai; sesuatu yang terselip diantara...
“Sudah berapa lama kau menjalani kesepianmu?” Orang mengira buat apa menjadi sepi, tapi kau tetap saja pada getaranmu untuk memahami sepimu sendiri, memang sepi itu ada dalam dirimu, mungkin kau ciptakan sendiri, mungkin kota ini membuatmu begitu, mungkin sesuatu dimasa lalumu, mungkin saja mungkin, bukan? Pertanyaan semacam itu, dikota yang ramai ini, selayaknya diajukan oleh segelas kopi, cokelat, atau bir, atau segelas wine. Orang-orang yang merasa sepi dan terus berlari mencari kesepian yang lain.
Abusrd bukan? Memang kota ini dengan segala jarak dengan penghuninya membuat buanga-bunga keabsurdan mekar begitu rupa.
“Sekarang bagaimana?” ujar perempuan itu dengan nada suara gugup, tapi tetap menjaga intonasi suaranya dengan nafasnya yang setengah memburu. Perempuan itu duduk pada sebuah tempat yang digemarinya dibalakang rumahnya dekat sebuah dapur di sebelah rak berisi ratusan buku kegemarannya.
“Kau mengerti kebahagiaan itu, sekarang?” ujarnya lagi sambil menyalakan kompor, diletakkannya panci berisi air, beberapa saat kemudian tampak mendidih. Dan ia terus bicara seperti seorang sedang mendesakkan pertanyaan-pertanyaan yang begitu lama disimpannya. Pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh dirinya sendiri. “Kau pergi begitu jauh dan begitu lama, apa kau menemukan sesuatu, bisakah kau mengisahkannya padaku? Kan kau tahu, aku selalu senang mendengarkanmu. Lagi pula aku tahu, kau merasa menemukan tempat yang tepat dalam diriku untuk mengisahkan sesuatu, kau bahagia karena kau merasa didengarkan.” Ujar perempuan itu lagi.
Ia meletakkan segelas cokelatnya, duduk mengaduk lalu berusaha menenangkan dirinya sendiri. Matanya sejurus menatap dalam-dalam kepada lelaki dihadapannya, kekasih terdalam yang bisa membuatnya mennagis atau tersenyum dalam saat yang nyaris bersamaan. Kekasih yang cintanya sudah membuatnya menjadi lemah dan renta.
Jam dinding pada sudut tembok ruangan dapurnya itu berdentang, terdengar lemah dan renta, waktu tak terasa jadi larut, pukul dua malam. Tatapan matanya makin terasa kabur, tapi ia teguh pada pandangan matanya yang mulai setengah berkaca-kaca. Terasa berat menanggung beban pada kelopak matanya.
“Perpisahan kita waktu itu, tak kusangka aku masih mengenangnya, dan hari ini semua itu begitu indah, kau tahu kenapa?” ujar lelaki itu, suaranya ragu. “Kenapa?” tukas perempuan itu cepat. “Sejak itu aku meirndukanmu, hatiku teringat padamu, berusaha mengenang dan memberi tempat sepatutnya kau mendapat tempat.” jawab lelaki itu. “Hanya itu?” ketus perempuan itu kembali. “Sejak perpisahan itu, aku tak tak lagi menunggu apa pun tentang kita.” Ujar lelaki itu dengan suara memburu. “Kenapa?” “Segala yang kuimpikan tentangmu kini menjadi harapan; tak perduli kau menunggu atau pun tidak.” “Hanya itu?” “Kurasa aku mencintaimu?” “Kau egois!!” “Kenapa ?” “Dulu kau meninggalkanku pun tidak pernah kau beri tahu kau mencintaiku? Itu menyakiti hatiku. Walau aku tidak marah padamu, aku tidak bisa untuk marah begitu rupa padamu.” “Maafkan aku.” “Tentu saja, aku tidak menganggapmu salah.” “Lalu?” “Tidak apa.” “Kau tidak berubah seperti dulu, kau sangat keras kepala.” “Kadang hanya itu satu-satunya cara untuk dapat bertahan..” “Bertahan?” “Dari sepi, yang tidak pernah dapat kau pahami. Bertahan hidup sebaik-baiknya, agar dapat bisa menunggu dan berharap; seperti kita duduk dan bicara sekarang. Hanya itu yang bisa kulakukan, aku tak ingin merasa kecewa dan lemah yang membuatmu menjadi bersalah. Bagaimana pun aku selalu berusaha menemukan cara bahwa kau menguatkanku, setidaknya yang pernah kulewati denganmu.”
Nafasnya menyesak, perempuan itu menutup buku dihadapannya, merapikan beberapa yang lain, meletakanya pada tempat biasanya. Cokelat kegemarannya tinggal separuh. Hangatnya berlalu. Ia mulai membenci rasanya, ia tak suka cokelat pada gelasnya jadi dingin.
“Kata-katamu sangat gelap. Aku minta maaf padamu.” Lelaki itu berkata. Sebatang rokoknya yang padam disulutnya kembali. Nafasnya dalam. “Untuk apa, kau tahu aku tidak akan menyalahkanmu.” Balas perempuan itu cepat seperti sudah tahu apa yang akan dikatakan lelaki itu. “Kadang seorang harus meminta maaf.” Ujar lelaki itu. “Aku ingat kata-katamu.” Katanya lagi. “Ah, kau memang sangat egois. Bahkan kau tidak pernah merasa bersalah setelah apa yang kau lakukan. Tapi tetap saja aku tidak bisa untuk tidak memaafkan sejak pertamanya.” “Kenapa.” “Aku menghormati setiap pilihan dan impian yang di pilih olehmu, kau laki-lakiku..Aku hanya berharap sekarang kau tidak kemana-mana lagi, itu saja.” “Kau sangat manja." “Sepuluh tahun? Aku memang bukan seorang perempuan yang kuat mempertahankan cinta, sendirian…”
Malam terus berjalan menjauh, remang pagi dikejauhan menyemburatkan mega-mega, perempuan itu makin tak kuasa menahan perasaannya sendiri, ia tampak makin lelah. Sekali ini ia mengambil sebatang rokok dan menyulutnya dengan emosisonal. Ia sebenarnya tak suka merokok, ia hanya ingin mengusir sedikit kegelisahannya walau ia tahu hal itu tidak akan dapat dilakukan oleh sebatang rokoknya. Kegelisahan itu ada dalam dirinya sendiri
“Kau tahu,” ujar Perempuan itu sambil menghembuskan nafasnya yang mengepulkan asap putih dari batang rokok yang tak lepas dibibirnya. “ada saat paling sulit yang kulewati selama tidak ada kau. Tapi kau harus tahu, saat paling sulit yang mesti kutanggung adalah saat aku tahu anak lelakiku, anakmu, yang dulu bagimu menjadi impian paling mendalam akan semua hasrat yang berdesir dalam segenap anganan manis yang bisa kau dambakan; harus lahir tanpa kau ada untuk memberinya senyuman pertama. Di mana jemarimu saat aku meregangkan tubuhku untuk melahirkan kebahagiannmu, di mana tatapanmu yang kuharap menguatkanku saat kematian seperti tiang gantungan yang telanjang di depan mataku; tapi tetap tak seberapa dengan rasa sakit yang harus ditanggung hatiku, saat……” suara itu tiba-tiba tertahan, entah sebab apa.
Tiba-tiba perempuan itu sesenggukan sejadi-jadinya, air matanya tumpah deras, dadanya menyesak dan sebatang rokok di antara jemarinya nyaris membakar jemarinya tanpa ia sadari.
Tapi dalam beberapa saat hanya ada keheningan, kemudian tak ada jawaban, tak ada kata-kata; angin malam mengabarkan hawa dingin yang seperti biasanya, angin yang mengabarkan padanya untuk terbangun, memasak dan memandikan bayi lelakinya.
Hanya jam di dinding yang berdentang, jam empat pagi hari. Kemudian memang tak ada suara yang tadi, suara lelaki itu tak pernah terdengar kembali. Perempuan itu makin sesenggukan, sebatang dua batang entah berapa batang disulutnya kembali rokoknya, ia terbata-bata bertanya entah pada siapa sampai akhirnya sutera cahaya mentari pagi menyadarkannya, ia sedang bicara dengan dirinya sendiri.
Lelakinya memang tidak akan pernah kembali. Lelakinya telah mati. Dan ia tak pernah tahu harus berapa lama lagi, sepanjang malam, pada waktu-waktu yang biasa, ia harus bicara dengan dirinya sendiri, seolah segelas cokelat di hadapannya adalah lelakinya. [ ]
Tuesday, September 20, 2011
DZIKIR dengan HATI dan LISAN
Allahumma sholli alaa sayyidina muhammad wa aalihi washohbihi wassalim
Dzikir terbagi ke dalam dua macam: Dziikir hati dan dzikir lisan. Masing-masing keduanya mempunyai pijakan dalil dari Al-Quran dan Sunnah. Berdzikir dengan lisan bisa dilakukan dengan melafalkan huruf perhuruf secara lantang (bersuara). Karenanya,d zikir jenis ini tidak mudah untuk dipraktekkan dalam setiap saat. Sebab pada saat melakukan jual beli di pasar dan yang sejenisnya sama sekali akan mengganggu seorang yang sedang berdzikir. Dengan demikian, otomatis lisannya akan berhenti berdzikir.
Murid Si Pematung
Alkisah, di pinggir sebuah kota, tinggal seorang seniman pematung yang sangat terkenal di seantero negeri. Hasil karyanya yang halus, indah, dan penuh penghayatan banyak menghiasi rumah-rumah bangsawan dan orang-orang kaya di negeri itu. Bahkan, di dalam istana kerajaan hingga taman umum milik pemerintah pun, dihiasi dengan patung karya si seniman itu.
Suatu hari, datang seorang pemuda yang merasa berbakat memohon untuk menjadi muridnya. Karena niat dan semangat si pemuda, dia diperbolehkan belajar padanya. Bahkan, ia juga diijinkan untuk tinggal di rumah paman si pematung.
Sejak hari itu, mulailah dia belajar dengan tekun, mengukur ketepatan bahan adonan semen, membuat rangka, cara menggerakkan jari-jari tangan, dan mengenali setiap tekstur sesuai bentuk dan jenis benda yang akan dibuat patung, dan berbagai kemampuan mematung lainnya.
Setelah belajar sekian lama, si murid merasa tidak puas. Sebab, menurutnya, hasil patungnya belum bisa menyamai keindahan patung gurunya. Dia pun kemudian menganalisa dengan seksama, lantas memutuskan meminjam alat-alat yang biasa dipakai gurunya. Dia berpikir, rahasia kehebatan sang guru pasti di alat-alat yang dipergunakan.
"Guru, bolehkan saya meminjam alat-alat yang biasa Guru pakai untuk mematung? Saya ingin mencoba membuat patung dengan memakai alat-alat yang selalu dipakai guru agar hasilnya bisa menyamai patung buatan Guru." "Silakan pakai, kamu tahu dimana alat-alat itu berada kan? Ambil saja dan pakailah," jawab sang guru sambil tersenyum.
Selang beberapa hari, dengan wajah lesu si murid mendatangi gurunya dan berkata, "Guru, saya sudah berusaha dan berlatih dengan tekun sesuai petunjuk Guru, memakai alat-alat yang biasa dipakai Guru. Kenapa hasilnya tetap tidak sebagus patung yang Guru buat?"
"Anakku, gurumu ini belajar dan berlatih membuat patung selama puluhan tahun. Mengamati obyek benda, mencermati setiap gerak dan tekstur, kemudian berusaha menuangkannya ke dalam karya seni dengan segenap hati dan seluruh pikiran. Tidak terhitung berapa kali kegagalan yang telah dibuat, tapi tidak pernah pula berhenti mematung hingga hari ini. Bukan alat-alat bantu yang engkau pinjam itu yang kamu butuhkan untuk menjadi seorang pematung handal, tetapi jiwa seni dan semangat untuk menekuninya yang harus engkau punyai. Dengan begitu, lambat laun engkau akan terlatih dan menjadi pematung yang baik."
"Terima kasih Guru, saya berjanji akan terus berlatih, mohon Guru bersabar mengajari saya."
Demikian pula dalam kehidupan ini, jika ingin meraih keberhasilan yang gemilang, ada harga yang harus kita bayar! Apapun bidang yang kita geluti, apapun kemampuan yang kita miliki, kita membutuhkan waktu, fokus dan kesungguhan hati dalam mewujudkannya hingga tercapai tujuan.
Orang tak dikenal
Dikisahkan ada seorang pria kaya raya dan tiga anak perempuannya yang tinggal di sebuah rumah besar dan indah. Dari kejauhan, terlihat juga rumah-rumah yang ditinggali oleh para tukang kayu, pembuat kapal, dan banyak lagi orang dengan profesi berbeda. Banyak dari mereka termasuk orang yang jujur, tapi banyak juga yang terlalu egois karena terbuai kemewahan harta benda.
Pria kaya raya tadi punya rencana untuk menghapus sifat tersebut, dan ia memutuskan agar ketiga putrinya menyamar menjadi orang miskin. Masing-masing dari mereka diberi sekantung emas untuk diberikan pada orang yang mau menolong mereka.
Kemudian, pria tadi dan ketiga anaknya mulai berkeliling. Di rumah pertama, mereka mengetuk pintu dan seseorang pun membukakan pintu dan berkata, "Tidak. Kami tidak punya kamar atau makanan untuk pengemis." Lalu menutup pintu.
Di rumah berikutnya, mereka mengetuk pintu lalu berkata pada orang yang membukakan pintu "bisakah Anda memberi makan dan tempat berlindung untuk kami?"
"Kami tak punya makanan untuk dibuang-buang, dan rumah kami hampir tidak cukup untuk diri kami sendiri." Lalu menutup pintu.
Mereka berkata pada ayah mereka, "haruskah kita teruskan?". Ayah mereka menjawab, "Masih ada dua lagi. Kita lihat siapa yang tidak egois. Karena kalian sebenarnya tidak membutuhkan bantuan, kalian bisa berhenti jika ditolak."
Sampailah mereka di rumah berikutnya.
"Yang ini kelihatan lebih meriah daripada yang lain. Kita pasti akan diterima." Dan sang ayah tetap mengawasi mereka sambil bersembunyi.
Ketika pintu dibuka, muncullah seorang gadis. "Bisakah kau memberi kami makan dan tempat berteduh selama satu malam?" kata salah seorang dari mereka.
"Tidak. Kami baru saja menghabiskan uang untuk saudara kami, Jack, yang baru saja kembali dari laut. Kami juga tidak bisa karena kami tidak punya satu kamarpun yang tersisa, sebab semua teman-teman kami ada di sini."
"Tapi kami lelah, dan butuh tempat beristirahat dan makanan" Kata salah seorang dari mereka sambil melihat meja yang penuh dengan makanan.
"Ya, tapi kami hanya punya untuk diri kami sendiri dan teman-teman kami. Bukan untuk pengemis" kata gadis itu, lalu menutup pintu.
"Haruskah kami melanjutkan, ayah?" kata mereka.
"Satu kali ini saja, ini yang terakhir." Katanya sambil mengantar mereka ke rumah seorang janda miskin.
Mereka berhenti sejenak di depan rumah, karena mereka mendengar suara seseorang yang sedang berdoa, "Berilah rizki pada hamba, maafkan kesalahan hamba, dan jangan biarkan hamba tergoda."
Ia kemudian berdiri setelah mendengar suara ketukan pintu. Setelah membuka pintu, ia tersenyum pada ketiga gadis tadi.
"Aku punya tempat berteduh, tapi tak punya makanan. Masuklah."
Mereka kemudian masuk.
"Aku tak punya makanan, tapi marilah dekat perapianku ini. Udara di luar sangat dingin, dan kalian pasti butuh istirahat."
Ia kemudian berkata, "Aku senang kalian datang sekarang, aku tak punya bahan bakar lagi, dan jika kalian datang besok pasti di sini gelap dan dingin."
Ketiga gadis tadi kemudian mengeluarkan emas yang ada di kantung mereka. Wanita tadi pun terkejut dan tidak bisa berkata-kata melihatnya.
"Ini dari ayah kami, karena Anda telah menolong kami yang sedang menyamar". lalu mereka meletakkan emas di meja.
"Tuhan pasti akan memberi rizki pada orang yang mau membantu orang lain." kata sang ayah yang kemudian muncul.
Pagi harinya, orang-orang ramai membicarakan emas yang didapat oleh wanita tadi. Mereka menyesal kenapa mereka tidak menolong tiga gadis yang menyamar tadi.
"Biarlah pengalaman ini menjadi pelajaran untuk seumur hidup kalian, agar menolong orang lain yang sedang membutuhkan."
"Tapi mereka sebenarnya tidak kelaparan dan kedinginan!" Kata salah seorang dari penduduk.
"Kalian menghadapi hal yang sama, karena sebenarnya saat itu kalian semua tidak tahu bahwa mereka menyamar." Mereka pun terdiam, karena itu memang benar.
Tapi pelajaran tersebut tidak hanya bertahan sementara, sebab mereka telah berubah dan tidak pernah lagi menutup pintu untuk orang asing yang sedang membutuhkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)